Lihat ke Halaman Asli

Kita Harus Berperan dalam Perdamaian dan Jauhi Narasi Kekerasan

Diperbarui: 9 Januari 2018   00:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jalandamai.org

Bisa dipastikan bahwa saat ini internet dan dunia maya adalah role models bagi kaum millennial dalam mencari informasi dan meninggalkan jauh-jauh pencarian dengan menggunakan media konvensional.

Disamping itu, internet juga secara fundamental mengubah persepsi dan pengetahuan yang dicari. Internet atau virtual land adalah tempat baru bagi masyarakat modern utuk berinteraksi dan terkoneksi dengan komunitasnya.

Dengan begiu tidak heran jika dunia maya melalui internet menjadi salahsatu pintu masuk bagi narasi kekerasan di masyarakat dan   kalangan anak sekolah dan guru, termasuk soal sosial dan agama.  Internet dan dunia maya telah menjadi ruang revolusi untuk meningkatkan paham keagamaan (yang salah) dan proses desiminasi yang saat ini mengalahkan buku cetak.  Karena edukasi dunia literasi digital pada masyarakat belum terlalu baik, maka ini faham radikalisme dan informasi hoax berkembang  tak terkendali.

Jika kita menilik data, kita akan tercengang pada pertumbuhan pencarian orang di internet. Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta menunjukkan bahwa siswa dan mahasiswa yang mencari sumber agama melalui buku sekitar 50,89 persen. Yang mencari sumber pengetahuan agama melalui buku sekitar 48,57 persen dan melalui televisi sekitar 33,73 persen (PPIM, 2017). Dari survei itu, kita bisa melihat bahwa media baru menjadi hal vital bagi penyebaran pesan agama yang memudahkan mereka memahami persoalan keagamaan. Ini termasuk pesan agama yang mungkin melenceng dari konteksnya.

Jadi, dari gambaran di atas didapat bahwa masyarakat dalam hal ini kaum millenial telah mempercayakan seluruh konteks pencarian dan kebenaran terhadap sesuai pada internet dan dunia maya. Dunia maya sudah menjadi titik episentrum dalam pencarian banyak sisi kehidupan termasuk agama. Ini kemudian berpengaruh pada pemahaman mendasar dan ritual agama yang diterapkan dalam keseharian.

Melihat perkembangan di Indoensia yang seperti ini, dan berdampak pada identitas keislaman mereka. Mereka hanya cukup bertanya pada Google dengan satu kali klik dan Google akan menampilkan banyak pilihan jawaban yang terkait. Keluwesan dan sifat privat dari internet sangat membantu individu maupun komunitas dalam mencari jawaban atas banyak masalah dan pertanyaan. Hanya saja seringkali jawaban atas pertanyataan yang diajukan itu seringkali menafikan konteks; ada jawaban tapi tidak disesuaikan dengan konteks masalah. Semisal  masalah Islam di Timur tengah tidak disesuaikan dengan konteks ritual dan budaya Indonesia. Hal itu terus menerus dilakukan (mendapat informasi tanpa menyesuaikan konteks itu) sehingga  pada akhirnya informasi tanpa konteks.Informasi tanpa konteks inilah yang sering melenceng dari konteks indonesia.

Tersebarnya paham-paham keagamaan yang radikal di Internet dengan mudah didapat dan berpengaruh pada persepsi dan perilaku keagamaan. Tak bisa dimungkiri, orang tertarik melakukan jihad ke Suriah dan bergabung bersama Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) setelah mengakses Internet dengan membaca blog yang terkait dengan jihad.

Mereka menonton video peperangan yang menggambarkan intimidasi dan propaganda Barat terhadap umat Islam serta pelajaran cara membuat bom dan merakit senjata api. Dampaknya, mereka tergugah untuk melakukan teror bom bunuh diri dan berjihad ke Suriah. Media baru yang menjadi salah satu pintu masuk radikalisme agama bisa mensublimasi kesadaran seseorang.

Karena itu, kita yang melek akan teknologi harus sadar dan mulai mengedukasi yang lain agar dapat paham bagaimana mendapatkan informasi yang benar dan sesuai konteks. Kita juga harus tetap menyuarakan narasi-narasi yang berbau perdamaian dan menjauhi narasi kekerasan serta hoax. Kita harus berperan menyuarakan kebenaran dan perdamaian untuk Indonesia yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline