Seperti yang terjadi pada umumnya, aktifitas keagamaan umat muslim di bulan Ramadhan ini akan meningkat, dibanding bulan-bulan sebelumnya. Setiap hari orang tarawih, membaca al quran, hingga berbagi sedekah kepada orang lain. Dari pagi hingga malam, segala aktifitas manusiaa diisi dengan keagamaan. Fakta ini bisa dikatakan, frekwensi ibadah di bulan suci ini mengalami peningkatan yang drastis.
Sayangnya, frekwensi ibadah ini belum berdampak pada kualitas keimanan seseorang. Masih banyak kita temukan perilaku umat muslim, yang justru jauh dari ajaran agama. Setiap hari berbaju muslim, tapi suka melakukan kekerasan. Setiap hari mendengarkan ceramah agama, bahkan menjadi penceramah, tapi suka menebar kebencian. Yang terjadi justru bertolak belakang. Sungguh sangat ironis memang. Tapi begitulah kenyataannya. Perilaku negatif ini, sering ditunjukkan oleh kelompok radikal keagamaan.
Agama justru digunakan sebagai alat untuk melakukan perbuatan buruk. Agama yang seharusnya memberikan kesejukan, justru menebarkan teror. Di tangan kelompok radikal, aksi teror melalui bom bunuh diri, dianggap sebagai bagian dari jihad. Aksi mengeksekusi orang, dianggap sebagai bagian dari memerangi orang kafir. Tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, atau orang remaja, aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama ini, juga mulai diterapkan kepada anak-anak kecil. Bulan kemarin, ISIS melakukan propaganda, dengan merilis video berisi anak-anak yang dilatih perang dan menembak senjata.
Adanya pemahaman agama yang keliru, telah membuat mereka salah arah. Mereka telah mengalami krisis pemahaman agama, dan itu coba disebarluaskan kepada masyarakat luas. Padahal agama terus menganjurkan pentingnya perdamaian. Hampir semua ayat-ayat dalam Al Quran tidak menghendaki adanya kekerasan. Itula kenapa semua umat di bumi ini diharapkan saling mengenal, agar kerukunan antar umat beragama bisa terjalin. Agama juga menganjurkan agar semua umat menjauhi kebencian, apalagi perilaku kekerasan yang mengatasnamakan agama.
Sudah saatnya, Ramadan kali ini dimanfaatkan untuk saling instrospeksi. Jadikan bulan suci ini sebagai bulan untuk belajar. Tidak hanya sebatas menahan lapar dan haus, tapi juga belajar mengendalikan hawa nafsu. Karena jihad yang sesungguhnya adalah melawan diri sendiri. Mari kita lawan pengaruh negatif pada diri, dan menanamkan kebaikan dalam keseharian.
Ingat, semuanya itu perlu dilatih. Apa yang ada di pikiran, harus diimplementasikan dalam perkataan dan perilaku. Sehingga semangat pengendalian itu, benar-benar bisa dirasakan. Semua orang bisa saling mengingatkan, saling mengendalikan, dan menjadi generasi yang toleran.
Sudah waktunya, kuantitas ibadah yang meningkat selama Ramadan ini, harus diiringi dengan peningkatan kualitas. Dan kualitas itu sebaiknya terus dipertahankan seterusnya. Mari kita jadikan Ramadan kali ini, untuk belajar meningkatkan kualitas spiritualitas dan akhlak kita. Sholat berjamaah di masjid, tidak hanya sebatas meramaikan tempat ibadah. Namun sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas spiritualitas diri. Dan yang lebih dari itu, juga membuat kita saling mengenal dan meningkatkan solidaritas antar makhluk Tuhan. Mari terus kita redam krisis pemaknaan agama ini, yang terus disuarakan oleh kelompok radikal. Mari kita suarakan kebenaran, agar kita menjadi umat yang toleran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H