Film ini menceritakan peristiwa kemelut misil Kuba pada Oktober 1962 di Amerika Serikat. Dengan menggunakan prespektif politik Amerika Serikat yang kala itu dipimpin oleh presiden John F. Kennedy (JFK) , film ini menunjukkan betapa pentingnya diplomasi untuk menyelesaikan sebuah krisis dengan damai dan betapa peran envoy sangat penting dalam mempengaruhi opini internasonal. Meskipun demikian, dalam film ini justru asisten pribadi presiden, Kenneth O'Donnell dan attorney general US, Robert F. Kennedy, yang mengambil peranan penting dalam membantu presiden mengambil keputusan.
Kemelut dimulai ketika mata-mata AS (U2) menemukan fakta bahwa Uni Soviet telah menyuplai senjata nuklir ke Kuba. Senjata ini diprediksi berpotensi menghancurkan bagian timur dan selatan AS bila dioperasikan. Hal ini menjadi krisis dan JFK dituntut untuk segera mengambil solusi preventif. Ketika militer dan sebagian staff-nya mendesak untuk menggunakan serangan militer-invasi untuk mengatasi krisis ini, JFK justru menganggapnya sebagai pemicu perang yang lebih besar. Jika terjadi kontak senjata antar AS dan Kuba yang disponsori Uni Soviet, bisa dipastikan akan terjadi Perang Dunia ke-3, karena kasus ini serupa dengan penyebab PD 2, invasi Uni Soviet ke Berlin.
Akhirnya, JFK memutuskan untuk menggunakan blockade sebagai solusi disamping mengunakan aktor-aktor diplomasi AS untuk memaksa Uni Soviet mundur dari Kuba. Blokade ini mengisolasi perairan Kuba dari kapal-kapal yang membawa senjata pasokan senjata. Melalui kebijakan ini, AS "mengirimkan pesan" ke Uni Soviet agar segera menghentikan operasinya.
Pesan ini kemudian ditanggapi oleh "duta" Uni Soviet, Aleksandr Fomin dan perdana menteri Uni Soviet, Nikita Khrushchev dengan meminta kompensasi yaitu jaminan publik dari AS. Namun datang telegram lain yang menyatakan bersedia menghentikan suplai nuklir tapi AS harus menarik mundur misil nuklirnya "Jupiter" dari Turki. AS kemudian menanggapi pesan yang pertama dan mengabaikan pesan kedua yang dicurigai staff Kennedy sebagai surat dari Politburo.
Terjadi pula kesalahan ketika Angkatan Udara meningkatkan level kesiapannya menjadi DEFCON 2 yang berarti semakin mendekati perang dan latihan rutin peluncuran misil serangan tanpa mengkonfirmasikannya pada presiden. Hal ini hampir saja menimbulkan kesalah pahaman yang berakhir dengan perang.
Poin penting diplomasi ditunjukkan oleh tindakan "heroik" Adlai Stevenson, duta besar AS untuk PBB, dalam pernyataan indikasi keterlibatan Uni Soviet dalam krisis ini serta menanggapi serangan duta besar Uni Soviet untuk PBB, Valerian Zorin, yang kemudian berhasil mengubah opini internasional. Selain itu, peran Robert F. Kennedy dalam bernegosiasi dengan duta besar Soviet untuk AS, Andrey Gromyko, juga menjadi sumbangan besar untuk mengakhiri masalah ini secara damai. Konflik ini berakhir dengan kesepakatan rahasia Kennedy untuk menarik mundur misil di Turki dan selatan Italia sebagai kompensasi untuk penarikan mundur misil nuklir di Kuba.
Terlepas dari kenyataan yang ada, film ini berhasil menunjukkan betapa diplomasi dapat mempengaruhi sebuah keputusan-kebijakan luar negeri sebuah negara menanggapi konflik yang genting sekalipun. Seorang aktor diplomasi harus bisa menjalankan peran negosiasi-nya secara optimal untuk dapat mempertahankan national interest dan mempengaruhi asumsi publik, di sinilah "the art of persuasion" dimainkan. Pengkomunikasian diplomasi ini juga tidak selalu dalam bentuk verbal tapi juga dalam surat diplomatik, hal ini dibuktikan melalui surat dari perdana menteri Uni Soviet. Menggunakan diplomasi lebih aman dan menguntungkan daripada perang sehingga diplomasi ibarat merpati perdamaian dunia.
Sumber:
Badri, Jusuf. Kiat Diplomasi: Mekanisme dan Pelaksanaannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994.
Thirteen Days by Roger Donaldson (2000)
http://en.wikipedia.org/wiki/Thirteen_Days_(film).html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H