Lihat ke Halaman Asli

Ayu Intan Purnama Dewi Pt

Mahasiswa/Universitas Pendidikan Ganesha

Tri Hita Karana di Mata Generasi Muda dalam Menggali Kearifan Lokal untuk Masa Depan Berkelanjutan

Diperbarui: 28 Juni 2024   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kearifan lokal merujuk pada pengetahuan, kebijaksanaan, nilai-nilai, dan praktik tradisional yang berkembang dalam masyarakat tertentu dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk adat istiadat, kepercayaan, seni, budaya, dan praktik pengelolaan lingkungan. Di Indonesia, kearifan lokal berfungsi sebagai panduan moral dan etika yang membantu masyarakat dalam menjaga harmoni sosial, budaya, dan lingkungan mereka.

Contoh kearifan lokal yang sangat terkenal di Bali adalah konsep "Tri Hita Karana." Tri Hita Karana, sebuah konsep filosofis yang berasal dari Bali, mengajarkan tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara tiga elemen utama dalam kehidupan: hubungan antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan antar sesama manusia (Pawongan), dan hubungan antara manusia dengan lingkungan (Palemahan). Konsep ini tidak hanya menjadi landasan budaya dan spiritual bagi masyarakat Bali, tetapi juga menawarkan panduan berharga untuk mencapai kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan. Dalam konteks generasi muda saat ini, Tri Hita Karana memiliki relevansi yang semakin penting, terutama dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan disintegrasi sosial.

Generasi muda, sebagai penerus masa depan, memiliki peran krusial dalam menjaga dan mengaplikasikan nilai-nilai Tri Hita Karana. Pandangan generasi muda terhadap konsep ini mencerminkan usaha untuk menggali kearifan lokal dan menerapkannya dalam konteks modern. Parahyangan, sebagai elemen pertama dari Tri Hita Karana, mengajarkan tentang pentingnya spiritualitas dan religiusitas. Bagi generasi muda, Parahyangan dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk menemukan makna hidup yang lebih dalam dan mencari kedamaian batin di tengah kesibukan dunia modern. Generasi muda dapat memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan spiritual yang positif, menginspirasi orang lain untuk menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi. Penerapan Parahyangan dalam kearifan lokal dapat dilihat dari upacara keagamaan, misalnya, masyarakat Bali melaksanakan berbagai ritual dan upacara untuk menghormati dewa-dewi serta roh leluhur. Upacara tersebut bukan hanya bertujuan untuk memohon berkah, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan alam dan spiritual. Salah satu upacara penting adalah "Ngaben," yaitu upacara kremasi yang melambangkan proses penyucian jiwa agar dapat mencapai alam akhirat dengan tenang.

Pawongan, yang menekankan pada hubungan harmonis antar sesama manusia, menjadi semakin relevan di era digital ini. Generasi muda memiliki akses yang lebih luas untuk berinteraksi dengan berbagai kelompok masyarakat melalui platform digital. Dengan memahami nilai-nilai Pawongan, generasi muda dapat mempromosikan toleransi, inklusivitas, dan kerja sama antar komunitas. Mereka dapat terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan gerakan kemanusiaan yang berfokus pada kesejahteraan bersama. Pawongan juga mengajarkan pentingnya gotong royong, yang dapat diterapkan dalam berbagai inisiatif sosial untuk mengatasi masalah-masalah seperti kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan.

Palemahan, elemen ketiga dari Tri Hita Karana, menyoroti pentingnya menjaga hubungan yang harmonis dengan lingkungan alam. Dalam pandangan generasi muda, Palemahan dapat menjadi dasar untuk mengembangkan kesadaran ekologis dan tindakan nyata dalam pelestarian lingkungan. Generasi muda sering kali berada di garis depan dalam berbagai gerakan lingkungan, seperti kampanye pengurangan sampah plastik, konservasi hutan, dan penggunaan energi terbarukan. Dengan memahami dan mengaplikasikan prinsip-prinsip Palemahan, generasi muda dapat berkontribusi pada upaya global untuk memerangi perubahan iklim dan menjaga kelestarian alam bagi generasi mendatang. Contoh lain dapat dilihat dalam bidang pertanian, kearifan lokal di Bali dapat dilihat dari sistem irigasi tradisional yang dikenal sebagai "subak." Subak adalah sistem pengelolaan air yang efisien dan berbasis komunitas, yang telah diterapkan selama berabad-abad untuk memastikan distribusi air yang adil dan berkelanjutan bagi sawah-sawah terasering di Bali. Sistem ini tidak hanya menunjukkan kearifan dalam mengelola sumber daya alam tetapi juga mencerminkan nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat.

Menggali kearifan lokal seperti Tri Hita Karana juga membantu generasi muda dalam memahami identitas budaya mereka. Di tengah arus globalisasi yang semakin kuat, menjaga dan melestarikan kearifan lokal menjadi penting untuk mempertahankan keunikan budaya dan nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhur. Generasi muda dapat memanfaatkan teknologi untuk mendokumentasikan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang Tri Hita Karana, sehingga nilai-nilai ini tetap hidup dan relevan dalam kehidupan modern.

Selain itu, Tri Hita Karana menawarkan solusi holistik untuk berbagai tantangan modern. Dalam menghadapi krisis lingkungan, misalnya, pendekatan Palemahan mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan ekologi melalui praktik berkelanjutan. Dalam konteks sosial, Pawongan memberikan kerangka kerja untuk membangun masyarakat yang adil dan harmonis. Sementara itu, Parahyangan mengingatkan kita akan pentingnya kesejahteraan spiritual sebagai dasar untuk mencapai kebahagiaan sejati.

Secara keseluruhan, Tri Hita Karana di mata generasi muda bukan hanya sebuah konsep filosofis yang abstrak, tetapi juga panduan praktis untuk mencapai kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan. Dengan menggali kearifan lokal ini, generasi muda dapat menemukan inspirasi dan panduan untuk menghadapi tantangan global modern. Melalui pemahaman dan penerapan Tri Hita Karana, generasi muda dapat berkontribusi pada pembangunan masa depan yang lebih baik, di mana keseimbangan antara spiritualitas, sosialitas, dan ekologi menjadi landasan utama. Dengan demikian, Tri Hita Karana tidak hanya relevan bagi masyarakat Bali, tetapi juga menawarkan pelajaran berharga bagi dunia dalam mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan yang sejati.

Oleh : Ayu Intan Purnama Dewi Pt




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline