Lihat ke Halaman Asli

Ayu Hendranata

Nasionalist and Social Media Influencer

Air Mata dan Permohonan Maaf Jokowi, Sebuah Refleksi Diri

Diperbarui: 3 Agustus 2024   16:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Instagram Ayu Hendranata

Air mata yang menetes dari seorang negarawan dan juga seorang kepala negara menjadi moment yang menyedot perhatian luas masyarakat Indonesia saat ini. Terekam bagaimana sosok Presiden Jokowi meneteskan air matanya sekaligus dengan segala kerendahan hati mengutarakan permohonan maafnya ketika hadir dan memberi sambutan pada acara Zikir dan Doa Kebangsaan 79 Tahun Indonesia Merdeka" di Istana Negara pada 1 Agustus 2024  beberapa hari lalu.

Moment ini menuai  begitu banyak reaksi pro dan kontra dari masyarakat di media sosial. Mulai dari yang berpendapat bahwa ini adalah bagian dari pencitraan diri untuk menarik perhatian masyarakat menjelang masa berakhirnya kepemimpinan beliau sebagai seorang presiden, disisi lain tidak sedikit juga yang bersimpati dan merasa bahwa ini adalah sebuah sikap jiwa besar yang di tampilkan seorang negarawan. Saya sebagai salah satu bagian dari masyarakat yang sangat mendukung program program jokowinomics dan juga program program pemerintah lainnya yang di canangkan beliau, sangat mengapresisasi sikap kenegarawanan ini. 

Saya pernah menulis mengenai hal serupa tentang bagaimana sosok kepemimpinan Jokowi  di tahun 2018 yang bertajuk "Pilih Mana, Pribadi Berkarakter Atau Pribadi Tempelan" ?. Dan untuk saya pribadi , beliau adalah sebuah simbol " kesederhanaan karakter bukan tempelan personalitas"

Ketika kita bicara mengenai konteks sebuah negara, jujur saja, sejak dulu saya sangat merindukan ketokohan pemimpin yang berkarakter, apa adanya, sederhana  dan yang "do action, not Talk Only" yang bisa membawa negara ini ke arah yang lebih baik, dan saya rasa dengan apa yang sudah menjadi bukti nyata selama 10 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi, terlihat nyata bagaimana Indonesia menunjukkan kemajuan dan eksistensinya juga di mata dunia.Pembangunan Indonesia Sentris menjadi salah satu pilar bagaimana pemerintahan Jokowi fokus untuk membawa negeri ini dalam rangka memperkuat pondasi persatuan kesatuan dari sabang sampai merauke melalui pembangunan infrastruktur.

Sebuah Refleksi diri, saya pernah membaca  Buku The 7 Habits of Highly Effective People karya Stephen Covey yang menyatakan bahwa kalau zaman dulu, etika yang berkarakter dari orang orang jaman dulu biasanya selalu berbalut integritas, kerendahan hati, keserderhanaan, kesetiaan, keberanian, keadilan, kesopanan, memiliki prinsip dan karakter kuat. Kualitas moralnya membentuk karakter kepribadian yang tulus dari dalam hati. Profil Jokowi dan para negarawan lainnya yang telah berbuat sesuatu untuk negeri ini saya rasa bisa mewakili semua itu ,atau para pahlawan-pahlawan kita dulu yang telah berjuang untuk negara ini. Proses mulai dari perjuangan sampai menuju kemerdekaan juga membuat banyak tokoh nasional memiliki karakter kuat.

Lantas kemudian atas dasar apa jika kita kemudian berasumsi sendiri bahwa sikap kerendahan hati seorang jokowi dengan meminta maaf dan penuh rasa haru dinyatakan sebagai sebuah sikap yang "tidak tulus" dan  dilabelkan bak Topeng semata oleh para elit poltik yang kontra terhadap pemerintahan beliau ???

Pernah mendengar pepatah yang berbunyi " satu kesalahan yang kecil seakan merobek seribu kebaikan yang telah Anda bangun dengan susah payah? Tak bisa terelakan , bahwa kehidupan penuh dengan fenomena dan momen seperti ini. Namun, dalam kegagalan kita menemukan sisi lain yang tak kalah penting: yaitu sebuah pembelajaran. Manusia adalah tempatnya salah. Tak terkecuali sebagai seorang kepala negara yang memimpin roda pemerintahan negeri ini, pasti ada kesalahan kesalahan yang dilakukan dan menjadi bagian kritik dari kita semua untuk menjadi  Indonesia lebih baik.

Setiap individu  memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, dan dalam hal ini termasuk seorang kepala negara sekalipun. Tapi, sering kali kita terbawa oleh imperfeksionis menyakitkan yang membuat kita sendiri sulit untuk bersikap realistis

Bukankah hidup adalah perjalanan tidak terduga yang selalu penuh dengan cerita-cerita menarik? Salah satu hikmah yang bisa kita petik dari hal ini adalah memiliki kemampuan untuk tetap berdiri tegak , berjiwa besar dengan penuh kerendahan hati  ,bersinergi membangun negeri, menjauhkan penyakit hati, serta menyadari bahwa jika ada sebuah kesalahanpun yang dilakukan adalah suatu bagian alami dari eksistensi manusia itu sendiri. 

Salam Refleksi diri

Ayu Hendranata

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline