Lihat ke Halaman Asli

Ayu Hendranata

Nasionalist and Social Media Influencer

Tidak Perlu Alergi Terhadap Utang Negara

Diperbarui: 11 Mei 2018   05:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih ingat dengan sebuah surat yang di tulis Bapak Presiden Jokowi tentang " Impian Indonesia 2015 -2085 ???" surat tersebut tertulis saat beliau sedang di Merauke tanggal 30 Desember 2015.

Beberapa diantaranya adalah :

1. Sumber Daya Manusia Indonesia yang kecerdasannya mengungguli bangsa bangsa lain di dunia.
2. Indonesia menjadi pusat pendidikan, teknologi dan peradaban dunia.
3. Terbangunnya infrastruktur yang merata di seluruh indonesia.
4. Indonesia menjadi barometer pertumbuhan ekonomi dunia.

Impian tersebut bukan hanya sekedar impian dari  pribadi seorang Presiden semata, tetapi saya rasa menjadi tolak ukur NYATA proses "Bekerja" dalam menerapkan kebijakan kebijakan yang dianggap penting demi kemajuan bangsa ini.

Mungkin ini bisa kita kaitkan sebagai sebuah LAW OF ATTRACTION (LOA)- adalah hukum daya tarik. Hukum yang mengatur hubungan antara Pikiran dan kenyataan. Konsep dasarnya adalah: Apa yang anda pikirkan itu yang akan terjadi kepada anda. (belajar dari buku The Secret) dan Bapak Presiden secara tidak langsung sudah menerapkan ini, membuat impiannya dalam secarik kertas dan kemudian mengaplikasikan (baca: dengan usaha/ program pemerintah yg dijalankan utk bisa ber-proses-menjadi sebuah kenyataan).

Salah satunya tentang Utang Negara. Ini memang menjadi pembahasan yang polemik akhir akhir ini. Tidak perlu alergi. Semua tiba tiba melontarkan kritik tanpa solusi, kenapa utang semakin bertambah?Indonesia berutang besar untuk apa saja? bahkan diprediksi negara ini akan runtuh di tahun tertentu.

Mari kita coba tarik mundur. 

Tahun 1998 dan 2008, dunia mengalami krisis global saat itu. Untuk krisis keuangan pada 1998, penyebab utamanya adalah berasal dari neraca pembayaran, terutama di Asia dengan nilai tukar yang tidak fleksibel, tidak ada sinkronisasi dari kurs dan capital inflow, dan ketidaksinkronan tersebut memunculkan spekulasi dan nilai tukar drastis, sehingga 1998 banyak negara mengubah policy nya. Ditambah dengan titik awalnya momentum reformasi pemerintahan yang terjadi.

Sedangkan krisis di tahun 2008 adalah krisis keuangan,dimana krisis trigger-nya itu karena produk derivatif, tracking risiko dengan munculnya produk-produk baru tidak terdeteksi, neraca sehat tetapi banyak risiko tersembunyi yang menimbulkan akumulasi risiko.

Kedua masa krisis tersebut menyebabkan indonesia cukup lama menunda pembangunan infrastruktur. Karena lebih terfokus pada perbaikan pasca krisis dan juga pemerintahannya.

Jadi kalau dikatakan Presiden A,B atau C adalah penyebab indonesia memiliki utang yang meningkat adalah merupakan pernyataan yang salah. Utang bertambah bukan dikarenakan siapa presidennya, tetapi dasarnya adalah karena kebijakan yang disesuaikan pada masanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline