Memahami Dampak Pola Asuh Otoriter
Oleh:
Ayu Azari Amila (Mahasiswa PLS FIP UNP 2019)
Pola asuh sejatinya merupakan bagaimana cara orang tua dalam mendidik, membimbing, dan mengontrol atau mengendalikan anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pendewasaan. Orang tua bertanggung jawab dalam setiap perkembangan anaknya. Pola asuh memiliki pengaruh dalam membentuk kepribadian anak. Maka dari itu orang tua harus memilih pola asuh yang tepat untuk anak, karena kesalahan pola asuh bisa berdampak kepada anak nantinya.
Ada tiga macam bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Pertama, pola asuh otoriter yang mana dalam pola asuh ini orang tua cenderung membatasi dan menghukum anaknya. Orang tua yang menggunakan pola asuh ini lebih ketat dalam memberikan batasan terhadap anak dan terkesan mendesak anak untuk mengikuti perintahnya saja. Kedua, pola asuh demokratis atau otoritatif yang mana dalam pola asuh ini orang tua membebaskan anaknya dan mendorong anak untuk belajar mandiri, namun tetap ada batas dan kendali atas tindakan mereka. Orang tua yang menggunakan pola asuh ini lebih membebaskan anaknya untuk memilih dan mendukung jika itu memang baik untuk sang anak. Ketiga, pola asuh permisif yang mana dalam pola asuh ini orang tua tidak pernah mengambil peran dalam kehidupan anak. Orang tua yang menggunakan pola asuh ini cenderung memberikan kebebasan yang berlebihan tanpa adanya pengawasan. Mungkin anak akan menyukai pola asuh ini karena mereka merasa bebas.
Setiap pola asuh tentu saja memiliki dampaknya masing-masing. Dampak ini dapat berupa hal yang positif, namun bisa juga negatif. Begitu juga dengan pola asuh otoriter yang diterapkan orang tua, tentu saja memiliki dampak terhadap anak. Mungkin sisi positif dari pola asuh otoriter ini adalah anak akan memiliki sifat penurut dan mematuhi orang tua. Akan tetapi, pola asuh ini juga memiliki ampak negatif terhadap pembentukan karakter dan mental anak. Bisa saja sifat penurut yang selama ini ditunjukan adalah sebuah keterpaksaan agar mereka tidak mendapatkan hukuman dari orang tuanya. Bukankah ini merupakan hal yangterbilang buruk bagi mental anak?
Dalam perkembangan anak, mental merupakan bagian yang penting untuk diperhatikan. Pola asuh otoriter yang terlalu memaksa dan mendesak anak membuat anak tidak mampu mengemukakan pendapatnya sendiri. Hal ini dikarenakan anak lebih cenderung takut akan mendapat hukuman jika mereka membantah perintah dari orangtuanya. Ini tentu saja tidak baik untuk perkembangan mental anak. Bisa saja saat dewasa nanti anak memiliki karakter yang pendiam, tidak bisa mengemukakan pendapatnya sendiri, takut salah, dan tidak dapat menentukan pilihannya. Lebih fatalnya lagi, tekanan yang diberikan oleh orang tua dapat memicu stress bahkan depresi terhadap anak.
Sebagai contoh, seorang anak yang masa kecilnya dipenuhi dengan tekanan dari orang tuanya. Orang tuanya berfikir bahwa apa yang mereka lakukan adalah yang terbaik untuk anak. Dari kecil juga, dia memiliki karakter yang penurut dan takut kepada orang tuanya. Bahkan untuk pergi bermain dengan anak tetangga saja dia harus minta izin kepada ibunya dan jika tidak diizinkan anak ini akan langsung menurutinya. Beberapa kali dia tidak mematuhi orang tuanya dan beberapa kali juga orangtuanya memberikan hukuman. Hukuman yang diberikan juga tidakmain-main, bukan hanya bentakan saja, tapi juga hukuman fisik. Sekalipun anak melakukan kesalahan, bukankah orang tua seharusnya menasehati anaknya dengan baik? Ternyata, apa yang dilakukan oleh orang tuanya semasa dia kecil memberik dampak yang buruk terhadap mentalnya. Ini terlihat saat dia menginjak usia remaja yang mana anak ini tidak memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat. Bahkan untuk menjawab pertanyaan langsung dari gurunya saja dia tidak berani karena takut salah. Pola asuh otoriter yang dia dapatkan saat dia kecil sampai menginjak usia remaja membentuk karakter yang selalu takut untuk melakukan kesalahan.
Dari contoh tersebut, seharusnya orang tua bisa lebih memahami bahwa apa yang mereka terapkan kepada anaknya bisa saja mengakibatkan dampak yang buruk terhadap anak. Orang tua berfikir bahwa keputusan dan pilihannya benar serta mendesak anak agar mengikuti perintahnya. Akan tetapi, kadang suatu hal dianggap baik oleh orang tua, belum tentu itu juga yang terbaik untuk anak. Terlalu memberikan batasan dan tekanan kepada anak hanya akan memberikan dampak yang kurang baik. Bahkan bisa saja membentuk karakter yang kurang baik dalam diri anak.
Solusi dari masalah ini bisa dilakukan oleh orang tua sendiri. Ada baiknya merubah pola asuh yang kurang baik tersebut. Tidak baik terlalu memaksa, memberi batasan yang berlebihan, dan memberikan hukuman yang berat kepada anak. Jikaorang tua sudah terbiasa menerapkan pola asuh tersebut, orang tua bisa sedikit-sedikit menguranginya. Seperti memberi sedikit kebebasan kepada anakuntuk berbicara dan mengemukakan pendapatnya atau memberikan nasehat dan arahan jika anak melakukan kesalahan. Lebih baiknya, orang tua bisa langsung merubah pola asuhnya menjadi pola asuh demokratis, karena ini dinilai sebagai pola asuhyang baik untuk anak. Pola asuh yang tidak mengekang anak, tetapi juga tidak memberi kebebasan yang berlebihan sehingga tidak memperhatikan pergaulan anak.
Maka dari itu, semua hal yang tidak baik untuk perkembangan anak bisa diatasi dengan pola asuh yang baik juga. Orang tua pastinya selalu menginginkan yang terbaik untuk anak, tetapi orang tua juga harus melibatkan anak dalam setiap keputusan tentang perkembangan anak tersebut. Serta ada baiknya, menciptakan komunikasiyang baik dengan anak untuk meminimalisir segala kemungkinan buruk saat anak sudah dewasa nantinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H