Mendengar nama kota Tangerang mungkin yang terlintas di pikiran adalah sebuah kota industri di luar Jakarta yang penuh pabrik. Namun siapa sangka, Tangerang memiliki sejarah luar biasa dari penduduk keturunan Tionghoa yang membuat kota ini spesial. Penduduk etnis Tionghoa itu disebut "Cina Benteng."
Kitab sejarah Sunda "Tina Layang Parahyangan" menyebutkan bahwa pendudukan Cina pertama dipimpin oleh Tjen Tjie Lung (Halung) pada tahun 1407. Ia dan pasukannya berlayar ke Tangerang melalui sungai Cisadane yang kini dikenal sebagaiTeluk Naga.
Sejarah mengisahkan Tjen Tjie Lung berniat meninggalkan Jayakarta. Namun, kapalnya rusak dan persediaan makan menipis. Akhirnya, ia dan pasukan berlabuh di sungai Cisadane. Mereka bekerja menjadi petani dan pedagang selama tinggal di sana.
Halung adalah seorang Manchu dari Dinasty Qing. Dinasti ini berkuasa di Cina selama 300 tahun dari 1644-1912. Hingga kini penduduk keturunan Dinasti Qing masih ada. Tak disangka, mereka tidak tinggal di Cina tapi tinggal di sepanjang sungai Cisadane, Tangerang.
Sejarah menarik ini mendorong saya berwisata ke kawasan Pasar Lama, Tangerang. Dari Bumi Serpong Damai (BSD) atau Alam Sutera, menuju Pasar Lama hanya sekitar 30-45 menit naik mobil.
Di sekitar sini terdapat 3 klenteng, yaitu: Boen Tek Bio, Boen San Bio, dan Boen Hay Bio. Adapun Boen Tek Bio (Boen= Sastra; Tek= Kebajikan; Bio= Tempat Ibadah) adalah klenteng yang tertua.
Sedikit cerita mengenai etnis Cina Benteng, etnis ini memiliki ciri berkulit kecoklatan dan berbahasa campuran bahasa Indonesia, Betawi, Sunda, Hokkian, dan Mandarin. Banyak diantara mereka hidup sederhana dengan mata pencaharian sebagai pedagang, petani, tukang becak, dan lainnya.
Hal ini mengoreksi persepsi awam kita bahwa etnis Tionghoa adalah etnis mapan ekonomi. Biarpun mayoritas orang Cina Benteng hidup jauh dari kemewahan, mereka adalah para keturunan Dinasti Qing dan punya klenteng bersejarah bernama Boen Tek Bio yang dibangun sejak 1684.
Jalan menuju Boen Tek Bio seperti mencari harta karun. No pain, no gain! Anda harus melewati pasar terlebih dahulu. Perlu blusukan sekitar 10 menit. Jalannya kecil dan banyak becek sehingga harus hati-hati.
Namun ketika sampai di klenteng, Anda akan terpikat dengan arsitektur dan interiornya yang istimewa. Saya pribadi sungguh terkesan dengan warna-warni pilarnya yang memukau.