Lihat ke Halaman Asli

Ika Ayra

TERVERIFIKASI

Penulis cerpen

Butiran Salju di Khrushchev

Diperbarui: 28 Juli 2024   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Natalia Golik

Sebaiknya jangan dekati saya. Anda tidak akan mendapatkan apa yang Anda pikirkan. Saya akan menjaga kehormatan ini, apapun risikonya!

Sudah lama salju turun dan menutupi kota Moscow. Udara minus dua puluh empat derajat membuat kehidupan membeku. Pemerintah terpaksa mematikan listrik karena urusan politik, disusul krisis pangan yang cukup mengkhawatirkan.

Kaif menatap gadis di depannya tanpa berkata-kata. Dia sangat prihatin dengan hidupnya. Dan sedikit cahaya lampu jalan di atas kepala mereka, memperlihatkan bahwa Rasya masih sangat sedih karena peristiwa semalam.

Remaja itu melepaskan mantelnya, menawarkannya untuk gadis itu. Mereka bertetangga di rusun pemerintah, namun tak terlalu akrab sebelumnya. Gadis itu memeriksa wajah Kaif dan merasa sedikit curiga. Dia lalu menolaknya.

"Kita akan melanjutkan perjalanan. Aku hanya khawatir dengan keadaanmu..." 

Rasya menepiskan tangannya. Kemudian mereka meneruskan perjalanan. Gadis itu merasa sangat lapar karena sejak kemarin belum makan, tetapi dia tidak ingin mengatakannya pada Kaif. 

Keduanya kini larut dalam pikiran masing-masing. Tak ingin saling mengganggu dengan hal-hal kecil. Sesekali mereka berpapasan dengan mobil yang coba dihentikan, namun mobil itu terus saja berlalu.

Kaif, mungkin hanya sesekali melihat Rasya ketika sama-sama menghuni rusun pemerintah. Dia sibuk dengan pekerjaannya di peternakan, dan gadis itu dengan kemelut di hatinya.

Jika dicermati, memiliki ayah yang bekerja, serta ibu yang sepanjang hari berada di rumah serta dua adik perempuan, seharusnya menjadikan hidup Rasya menjadi sempurna. Kaif tidak mempunyai keberuntungan semacam itu. Dia tidak pernah merasakan kehangatan makan malam bersama sebuah keluarga yang lengkap.

"Mereka sibuk dengan hal lainnya dan melupakan anak sepertiku. Saat itu mati lampu di semua tempat. Hanya ada aku dan laki-laki jahat itu yang mencoba menghancurkan semuanya!" gadis itu tidak berhenti mengalirkan kesedihannya dengan air mata yang terus turun di pipinya. 

Kaif melihat ketakutan masih menguasai gadis itu. Dia mencengkram kain yang menutupi tubuhnya yang diberikan Kaif. Maka tanpa menunggu lama, ditembusnya lorong gelap dan menyambar jemuran pakaian di balkon luar. Gadis itu menerimanya meski setengah hati. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline