Pernah mengamati perasaan individu yang tinggal bersama Anda di rumah? Anak-anak, saudara, dan mungkin juga mertua. Apakah suasana hati Anda dan mereka sama, satu dan yang lainnya?
Mungkin lebih sering tidak. Begitu jawaban yang saya yakini.
Contoh: di hari bahagia saat salah satu keluarga melangsungkan pesta pernikahan, apakah semua merasakan kebahagiaan yang sama?
Atau, saat emak sedang kehabisan uang belanja karena dagangan abah kurang laku akhir-akhir ini, apakah anak-anak yang sudah remaja juga merasa pusing?
Atau, saat si kakak hari ini mendapat nilai ulangan harian C di sekolah, apakah adik ikut-ikutan murung?
*
Sudah beberapa lama ini, saya menyadari di dalam rumah yang sama yang kami tinggali, si sulung (15 tahum) tidak merasa sebahagia kedua adiknya, atau senyaman ibu bapaknya.
Sejujurnya, saya tidak paham benar gejala apa yang sedang dirasakannya waktu itu. Namun sebagai ibu saya juga tidak menganggap sebagai hal yang umum dirasakan seorang remaja.
Waktu pun berlalu.
Berbagai arahan dan saran yang saya berikan, tampaknya tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Si sulung jarang tersenyum, lebih banyak menghabiskan waktu di kamarnya, dan uring-uringan saat diminta mengerjakan tugas seperti mencuci piring, memberi makan ayam peliharaan, atau mencuci pakaiannya.
Lalu, saya mencoba melakukan pendekatan persuasif yang lebih intens. Saya mengajaknya melakukan apa yang dia inginkan. Mencoba resep kue dari aplikasi favoritnya, berkunjung ke rumah sahabatnya, atau apapun. Sayang sekali ternyata sulung kami tidak menginginkan apa-apa.