Jika kau berpikir tentang keahlian menjadi suami, kau pun bisa mengerti aku sangat menghargai kerja kerasmu. Dan kau juga sudah memenuhi semua yang kita butuhkan.
"Lalu dimana masalahnya?" kau bertanya dengan marah.
"Caramu berpikir yang rumit! Pernikahan kita selalu diisi dengan masalah-masalah sederhana yang dibumbui pikiran kotor. Itulah masalahnya."
"Kita tidak akan berdebat lagi, Sharah. Itu membosankan!"
"Kau benar. Dan semua itu memang tak ada gunanya. Seharusnya kita saling meninggalkan!"
Aku membuka mata walau hanya bisa melihat dinding yang kosong. Sebaliknya, aku bisa membayangkan kau memunggungiku dengan wajah kusut.
*
"Harusnya tadi kita tidak ngopi di luar, Sayang."
Aku mengerutkan keningku.
"Ada yang salah?"
"Pria-pria di sana mecuri pandang ke arahmu tanpa mempedulikan ada aku di dekatmu."