Sebagai bintang di sekolah Senior High School, kita mengerti Paula adalah gadis populer yang juga berbakat. Kecerdasannya bisa dibilang diwarisi dari ayahnya yang seorang bankir dan ibunya sebagai dosen ilmu pasti.
Minggu lalu secara kebetulan kutemukan koran lama di salah satu sudut perpustakaan daerah. Wajah Paula terpampang di halaman depan sebagai gadis yang nyaris mati saat ditemukan keluarganya. Tidak salah lagi, dia adalah Paula Within, teman kita semasa kecil dulu!
*
Hampir delapan puluh ketikan dari grup perpesanan yang baru akan kubaca. Cuaca tidak bersahabat akhir-akhir ini membuatku sedikit flu dan tidak bergairah menyentuh ponsel. Aku bahkan dengan lancar menghapus ratusan lainnya di hari sebelumnya.
Tapi selintas kulihat nama Paula di sana. Kucoba memusatkan perhatian membaca satu per satu.
Kami tak terlalu akrab pada saat sekolah, dan dia tidak tergabung dalam grup ini. Lalu mengapakah mereka membahasnya di sini?
"Kakakku berada dalam satu kelas piano dengannya. Paula naksir dengan guru pianonya. Tapi itu setahun lalu..." tulis Maria, dari sekolah lain.
"Apa dia kurang kerjaan?" timpal yang lain.
"Ada yang bilang dua bulan sebelum kejadian, Paula mondar-mandir pada psikolog..."
"Dia adalah korban perceraian kedua orang tuanya. Ibuku satu komunitas dengan Nyonya Emili," celetuk si gadis pompom.
Kepalaku mulai pening. Rasanya tak begitu penting mengetahui kabar tentang teman kita yang sedikit sombong.
*