Sebagai seorang ibu, saya sering menekankan kepada anak remaja saya untuk menjaga bahasa persatuan. Bukan karena saya tidak memahami komunitas remaja pastilah memiliki bahasa gaulnya sendiri, baik itu bahasa slang maupun keminggris-minggrisan.
Alasannya, bahasa Indonesia harus dijaga sedemikian rupa, terutama oleh generasi muda.
Bagaimana identitas sebuah bangsa akan tetap dikenal di mata dunia, bila remaja dan kaum mudanya sendiri sudah lupa sebagian kosakata dan bahasa baku. Terbata-bata saat berdiri di atas panggung membawakan materi ilmiah, berpidato dan menyampaikan narasi lainnya.
Tetapi tidak dipungkiri pula, di sisi lain, bahasa daerah juga tidak boleh kita tinggalkan. Justru kita harus melestarikan bahasa daerah sebagai kekayaan budaya Indonesia.
Dan salah satu momen yang tepat untuk menggunakan bahasa daerah yaitu saat bercakap-cakap dengan orang tua, termasuk mertua.
Berhubung tahun ini kami tidak mudik, ucapan idul fitri kepada bapak mertua di kampung halaman dapat saya tuliskan dalam dialek bahasa Makassar seperti berikut:
Assalamualaikum wr wb,
Bapak, aga kareba, bagaimana kabar Ta'? Dari jauh kami selalu doakan Ki' semoga Kita' sehat tidak kurang apapun.
Mohon maaf di' tahun ini anak'ta belum pi pulang. Padahal sudah mi direncanakan, torang mau bale' karena mau tengok bapak, mau cium tangan bapak, mau ziarah di kuburnya mamak.
Tapi kodong sepertinya kitorang harus sabar dulu, mudah-mudahan kitorang bisa bale tahun ini sesudah lebaran.
Kalau hari lebaran, yang saya ingat pastilah mamak. Saya suka lihat mamak masakkan kitorang burasa. Masak baja'bu' kelapa dicampur irisan daging. Sa ingat waktu itu cucu ta' baru umur setahun. Sukanya dia makan burasa masakan indoknya. Dikalah burasa lain, barasa mi santannya burasa masakan mamakku. Malundra dan gurih kodong.
Sekarang mamak sudah menghadap Sang Kuasa, mamak sudah meninggalkan kitorang. Rindunya bela kalau sa ingat duduk-duduk di sebelahnya mamak.
Kadang mamak jaga torang punya anak yang paling kecil. Disuruh mi Ecce ambil si kecil di rumah kalau sa mo pigi antar kakanya sekolah. Diajak sudah si kecil bermain sama indoknya. Betah juga dia kasian, tidak dia cari saya.
Bapak, mau jatuh sudah air mata saya kalau ingat kampung halaman. Untung ada saudara iparku yang bisa temani Kita kasian. Bisa rawat Kita.
Ini saja dulu di'. Jangan panjang-panjang saya tulis surat ini, nanti saya menangis lagi.
Saya dengan anak Ta', juga tiga orang cucu ta' di sini, mohon maaf lahir batin di' sebab kitorang banyak salah. Kitorang sudah tiga tahun belum pi pulang, belum bisa temani Kita di sana.
Mudah-mudahan Allah SWT selalu melindungi Kita di' dan selalu melimpahkan rahmat untuk kitorang.
Salam takjim untuk Kita.
Selamat Idul Fitri, selamat meraih kemenangan.
Tertanda, menantu Ta'
Ayra Amirah
Wassalamualaikum wr wb
Bila surat tersebut dialihbahasakan ke dalam bahasa nasional, kurang lebihnya seperti ini:
Assalamualaikum wr wb,
Bapak, bagaimana kabarnya? Dari jauh kami selalu mendoakan agar Bapak selalu sehat dan tidak kurang apapun.
Mohon maaf, Pak, tahun ini anak Bapak, suami saya, belum bisa pulang. Padahal kami sempat merencanakan untuk pulang. Kami ingin menengok Bapak, ingin mencium tangan Bapak, dan ziarah ke makam mamak.
Dengan sangat menyesal, kami harus bersabar lagi. Mudah-mudahan kami bisa pulang tahun ini sesudah lebaran.
Berbicara tentang hari lebaran, saya teringat mamak. Saya senang melihat mamak masak buras untuk kita semua. Mamak juga masak serundeng kelapa dicampur irisan daging.
Saya ingat waktu itu cucu Bapak baru berumur setahun. Si kecil sangat suka makan burasa masakan neneknya. Kalah rasa buras yang lainnya. Masakan mamak sedap dan gurih.
Sekarang mamak sudah menghadap Sang Kuasa. Mamak sudah meninggalkan kita semua. Betapa rindunyanya kalau saya ingat duduk-duduk di sisi mamak.
Kadang Mamak ingin menjaga cucunya. Ecce disuruh menjemput si kecil saat saya akan pergi mengantar kakaknya sekolah. Diajaknya si kecil bermain bersama neneknya. Betah juga si kecil dan tidak mencari saya.
Pak, berlinang air mata saya karena mengingat kampung halaman. Beruntung ada saudara iparku yang bisa menemani Bapak, merawat Bapak.
Ini saja dulu, Pak, jangan terlalu panjang saya menulis surat ini. Nanti saya bisa menangis seperti anak kecil.
Saya, suami, juga tiga cucu Bapak di sini, mohon maaf lahir dan batin. Kami banyak kesalahan kepada Bapak. Sudah tiga tahun kami tidak pulang. Tidak menengok keadaan Bapak.
Mudah-mudahan Allah SWT selalu melindungi Bapak, dan melimpahkan rahmatNya kepada kita semua.
Salam hormat saya.
Selamat Idul Fitri, selamat meraih kemenangan.
Tertanda, menantu Bapak tercinta
Ayra Amirah
Wassalamualaikum wr wb
Demikianlah Sahabat Kompasianer, unsur bahasa yang menjadi bagian dari budaya bangsa.
Di satu sisi bahasa persatuan harus dijaga dari kepunahan dan kontaminasi apapun, tetapi di sisi lain, bahasa daerah juga sangat perlu dilestarikan.
Akhir kata, dalam kesempatan ini saya menyampaikan selamat menyambut Idul Fitri, 1 Syawal 1443 H. Saya atas nama pribadi, mohon dibukakan pintu maaf atas segala salah dan khilaf.