Ada yang aneh dari isi surat wasiat Nyonya Smith. Setidaknya begitulah penilaian kelima anaknya setelah notaris mengumpulkan mereka dan membacakan secara lengkap.
Berbagai aset tidak bergerak yang nilainya cukup mengejutkan, diterima sama rata dan senang hati. Sarah, Helen, Evany, Peace, dan Jolly bahkan tidak menyadari ibu mereka sekaya itu.
Tetapi fokus gadis-gadis itu segera teralih pada tiga benda yang tidak boleh dibagikan maupun dihibahkan. Alasannya pun tidak disebutkan sama sekali. Ketiga benda itu adalah mesin jahit antik, jam besar klasik, serta gorden kesayangan Nyonya Smith.
Pada hari kesepuluh setelah pembacaan surat wasiat itu, sambil menikmati masakan oriental yang kusiapkan, si bungsu Peace memulai pembahasan tentang ketiga benda tersebut.
"Menurut kalian, mengapa mesin jahit itu tetap menjadi hak mama?" tanyanya.
Untuk beberapa saat, mereka hanya terdiam. Masing-masing memutar otak sambil menghabiskan makanannya.
"Tentu karena mesin jahit itu sangat antik, dan mama sudah memenangkan lelang untuk mendapatkannya. Mesin jahit tersebut milik rumah mode yang pernah berjaya ketika itu. Pasti sangat keren!" sahut Jolly dengan mimik bangga.
"Ya, itu benar. Dan wajar jika mama tidak ingin salah satu dari kita memilikinya. Kita pasti akan menjualnya karena tidak membutuhkan barang seperti itu," timpal Sarah, sang sulung, seraya membentuk senyuman dari bibirnya yang tipis.
Suasana ruang makan hening lagi.
Aku memperhatikan mereka dari arah dapur sambil merebus susu. Betapa beruntung gadis-gadis itu mempunyai ibu seperti Nyonya Smith.