Toni berjalan bolak-balik di kamarnya yang sempit. Sudah sejak tadi dia memutar otak. Dua hari lagi adalah perayaan hari Valentine, dan dia belum punya kado cokelat istimewa.
Sejenak dilepaskannya baju kerjanya. Tanpa mandi Toni langsung berbaring dan memejamkan mata.
Tubuh yang lelah akan mempersulit kerja otak. Lebih baik ia beristirahat barang sejenak, siapa tahu ada solusi masalahnya.
Detik berikutnya, Toni sadar. Sebuah cokelat hanyalah tentang membuat Betty senang. Layaknya remaja seusia mereka yang menganggap hari Valentine sebagai momentum. Lagipula, apakah Betty penyuka cokelat?
Sebaiknya aku mencari hadiah lainnya saja, pikir Toni.
Tapi bagaimana kalau Betty benar suka cokelat dan berharap cokelat dari Toni? Bisa-bisa Toni langsung diputusin!
Keesokan harinya sepulang bekerja, Toni mampir ke toko swalayan. Dengan ragu didorongnya pintu kaca toko. Suasana ramai, dan kebanyakan dari mereka sedang mengerubungi display cokelat.
Toni membatalkan niatnya, dan berbalik meninggalkan toko. Nanti saja kupikirkan lagi, katanya dalam hati.
Apa yang salah dengan cokelat? Kenapa Toni berusaha mengganti kebiasaan ini dengan hal lain yang dia sendiri belum tahu?
Sesampainya di rumah, Toni tak langsung masuk ke kamar. Langkahnya terhenti di depan barisan pot kecil. Diperhatikannya beberapa jenis tanaman yang baru beberapa bulan dia rawat. Semua tumbuh subur. Bahkan satu dua jenis mulai mempunyai bakal bunga.