Ada satu topik yang melekat kuat di hati saya, dan mencuat kembali saat saya menemukan gambar ilustrasi di atas.
Sebenarnya saya pernah membagikannya dalam sebuah cerpen berjudul Sarah, Lupakan saja Alya.
Di sana, saya berusaha mengatakan orang tua yang sebegitu cinta kepada anak remajanya, ternyata bisa menghancurkan kebahagiaan si anak tanpa disadarinya.
Diceritakan, mamanya Sarah bersikap over protective atau strict parents terhadap putri tunggalnya yang memasuki fase remaja awal. Ini mempengaruhi sikap Sarah yang terkesan sombong di mata teman-teman sekolahnya. Sarah sendiri mematuhi semua larangan mamanya karena perasaan sayang, sebab mamanya single parent.
Tokoh Sarah akhirnya jatuh sakit dan keadaannya sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Dokter pun angkat tangan dan memintanya beristirahat saja di rumah.
Alya, adalah sahabat yang dikagumi Sarah karena cerdas dan sabar menghadapi dirinya. Bahkan terus mendukung dan menyemangati Sarah hingga akhir cerita.
Sebagai ibu, saya cukup menaruh perhatian tentang parenting remaja. Di sinilah pembentukan karakter di usia dewasa ditentukan. Bahkan kebahagiaan mereka, juga berangkat dari sini. Setidaknya itu adalah pengalaman saya.
Persahabatan berkorelasi dengan kebahagiaan
Jurnal Pediatrics memuat penelitian yang dilaporkan HealthDay News bahwa remaja dan kaum muda yang bersosialisasi secara baik di rumah maupun sekolah, memiliki kemungkinan 65% lebih kecil mengalami masalah sosial dan risiko kesehatan mental.
Ini bisa dimaknai, remaja yang tertutup dan mempunyai pergaulan terbatas, lebih berpeluang mengalami kekakuan dalam pergaulan serta depresi.