Paul Angone, mengatakan bahwa delapan puluh persen penulis, berhenti menulis karena adanya tiga "godaan" di dalam hati mereka:
- merasa karya tulisnya jauh dari yang diharapkan dan tidak sebagus karya penulis terkenal lainnya
- merasa gagal saat naskahnya ditolak redaksi media
- merasa menyerah dan ingin beralih profesi saja
Meski begitu, saya yakin ada banyak pula penulis yang tak berhenti menulis meski sedang bosan dan sebagainya.
Salah satu alasannya, mereka sangat mencintai bidang pilihannya. Dengan menulis, ia merasa mendapatkan kebahagiaan batin. Bisa menuangkan ide kreatif sekaligus memberi inspirasi dan manfaat bagi orang lain.
Alasan lain, menulis dapat menjadi terapi jiwa, mirip saat orang lain melakukan piknik untuk mendapatkan penyegaran. Dapat pula menghibur hatinya yang sedang sedih, bahkan menenangkan hati yang sedang gelisah.
Selain itu, menulis akan membuka cakrawala berpikir dan mendorong penguasaan diri. Seseorang yang pandai mengelola emosi, sesungguhnya telah menjauhkan dirinya dari banyak masalah.
Kisah Marsekal TNI (purn) Chappy Hakim
Chappy Hakim adalah anak dari wartawan Abdul Hakim (alm), pendiri kantor berita nasional ANTARA, yang semasa kecil sudah bercita-cita menjadi pilot.
Ibunya, Zubainar Hakim (alm), gemar membaca, termasuk bacaan berbahasa Inggris. Dan sampai di usia senjanya, masih menulis di majalah Femina.
Latar belakang keluarga yang demikian, telah menumbuhkan cintanya kepada dunia literasi, sejak ia masih kecil.
Chappy Hakim menyelesaikan masa purnawira-nya dengan bintang empat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara pada 2005.