Meski saya berada jauh dari mertua, bukan berarti jauh pula di hati. Justru, kedatangan saya, suami dan anak-anak di waktu-waktu yang lalu, meninggalkan kesan yang kuat di hati saya sebagai menantu.
Salah satu kenangan yang tidak terlupakan adalah semasa ibu mertua masih sehat dan saya baru saja masuk dalam keluarga suami. Istilahnya disebut sebagai pengantin baru.
Perbedaan budaya dan kebiasaan dalam keluarga mertua yang asli Makassar, menjadi hal baru yang menarik bagi saya. Apalagi mamak (sapaan untuk ibu mertua) senang mengajak saya masak menu-menu kegemaran keluarga.
Dua di antaranya adalah resep memasak tanpa minyak, ikan bolu (bandeng) yang setiap hari terhidang di meja makan sebagai menu wajib, menemani masakan lainnya.
Resep ini sudah menjadi tradisi bagi suku Makassar, apalagi memasak menggunakan tungku kayu bakar. Hmm, kelezatannya menambah kehangatan makan bersama seluruh anggota keluarga.
Pallu Ce'la raccak taipa
Dalam bahasa Makassar, pallu artinya masak; dan ce'la artinya garam. Jadi, pallu ce'la adalah teknik memasak ikan dengan cita rasa asin berpadu aroma kunyit dengan sambal mangga sebagai pelengkapnya.
Kota Makassar (dahulu disebut Ujung Pandang) merupakan kawasan pantai yang berhadapan langsung dengan selat Makassar.
Wilayahnya hanya seluas kurang lebih 175,77 kilometer persegi, termasuk sebelas pulau kecil yang terdapat di selat Makassar.
Maka tidak heran dengan kondisi perairan sedemikian, hasil laut berupa ikan memiliki tingkat konsumsi yang tinggi di sana.