Lihat ke Halaman Asli

Ika Ayra

TERVERIFIKASI

Penulis cerpen

Bulan Biru dalam Pelukan

Diperbarui: 24 Agustus 2021   07:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi bulan biru dalam pelukan (foto via kompas.com)

Serpihan angin menelusup ke celah dinding, menggigit kulit tua acil Aluh yang mulai kendur. Sesaat ia bergidik. 

Diambilnya sarung khas suku Banjar yang disampirkan pada salah satu sisi ranjang besi. Lalu ditutupkan ke  punggungnya sebagai pengganti jaket. 

Sarung Sasirangan ini, didapat dari ibunya. Merupakan salah satu hantaran perkawinan datuk acil Aluh (nenek dari ibunya). 

Dulu jumlahnya masih genap dua puluh lembar sarung. Tapi sudah banyak dibagikan pada anggota keluarga lain. Penampilannya pun sudah cukup lusuh. Oleh acil Aluh hanya dipakai menghangatkan badan, seperti malam ini. 

Perlahan wanita dengan rambut awut-awutan itu menyeret kedua kakinya ke pintu. Suara derik pintu kayu saat dibuka, membangunkan kucing kesayangannya yang tidur dalam lemari bekas yang sudah akan dibuang. 

Ya, hanya si Bungas yang menemaninya di rumah. Anabul kecil itu langsung menggosok-gosokkan tubuhnya di kaki Acil Aluh.

"Guring tarus ikam, Bungas..." [tidur saja kerjamu, Bungas...]

"Aku kada kawa guring..." [saya tidak dapat memejamkan mata...]

"Dasar ngalih, mun keganangan kaya aku ni kam..." [memanglah susah kalau sedang menanggung rindu sepertiku...]

Seakan mengerti dengan perasaan wanita paruh baya itu, si Bungas menghentikan aksi manjanya. Ia lalu mengikuti acil Aluh dari belakang.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline