Senioritas di kantor kurang lebih mengacu pada tinggi-rendahnya status yang disematkan, berdasarkan pengalaman, kecakapan, atau lamanya bekerja.
Sebenarnya, saya bukan perempuan bekerja di kantoran atau sejenisnya. Tapi, saya tertarik untuk sharing tentang peristiwa yang terjadi di lingkungan kerja suami, kemarin.
Suami adalah pekerja lapangan dalam hal konstruksi fisik bangunan. Baik itu kantor, gedung, hotel, taman, jembatan maupun rumah pribadi.
Kali ini, beliau mendapat kepercayaan membangun rumah tunggal. Mulai dari membuat gambar, menghitung rincian sampai pada pelaksanaan di lapangan.
Pemiliknya, Pak Ibrahim, berada atau tinggal dan bekerja jauh di luar kota. Butuh tiga jam mengendarai mobil untuk sampai di lokasi yang dikerjakan suami, atau calon rumah baru tersebut.
Praktis, suami dan sang Bos intens berkomunikasi via seluler. Suami juga mengirim foto demi foto sebagai laporan sekaligus dokumentasi melalui aplikasi.
Saya cukup kaget, sebab suami pula yang dipercaya menentukan ukuran bangunan disesuaikan pertimbangan kondisi tanah, luas tanah dan lain-lain. Sang Bos sebatas mengirimkan video contoh bangunan tiga dimensi yang dikehendaki.
Lokasi yang akan dibangun, merupakan tanah kosong penuh ilalang. Tidak ada jalan tembus karena bertemu langsung dengan tebing bukit milik perumahan; serta rumpun bambu di bagian lain.
Hanya ada satu rumah di bagian ujung, itupun belum selesai dibangun; serta sebuah rumah permanen di sebelahnya yang ditinggali sepasang suami istri.
Tahap pertama setelah proses pengukuran tanah, adalah membuat boplang dan pondasi bangunan.