Dear (calon) Mertua,
Bapak, apa kabar? Semoga Bapak selalu sehat. Semoga di sana Bapak dikelilingi cinta dari anak dan cucu. Kami di sini, alhamdulillah sehat juga. Meski berada jauh, kami selalu sayang dan berdoa untuk Bapak, dan almarhum Mamak. Semoga Allah swt merahmati Mamak dalam kuburnya.
Tak terasa, ini adalah tahun keempat belas, saya menjadi menantu Bapak. Dan melalui surat ini, ada sedikit hal yang ingin saya sampaikan.
Mungkin Bapak sudah lupa, karena Bapak punya enam menantu selain saya. Dulu, begitu banyak berita yang sampai, dan memburuk-burukkan saya. Antara lain mengatakan kalau saya tidak bisa masak!
Saya agak kecewa saat itu. Mengapa saya dicitrakan sedemikian, dan bisa menghalangi restu Bapak dan Mamak.
Akhirnya saya dipanggil ke rumah. Ternyata saya disuruh belajar masak pada anak perempuan Bapak!
Aduhh, kalau saja pipi saya putih seperti yang lainnya, pasti kelihatan semu merah karena malu. Jadi hanya karena ini, saya diminta datang?
Saat itu saya seperti kucing dicabut taringnya. Saya merasa tidak berdaya melawan, bahkan untuk membela diri dan mengatakan saya ini bisa masak. Terpaksa saya berhemat suara, dan mengerjakan apa saja yang diarahkan calon adik ipar.
Selesai masak dan menata meja, Bapak mengajak saya dan Abah (anak Bapak yang menjadi suami saya kemudian) makan bersama. Huahh, rasa tegangnya mirip orang ikut seleksi dan takut namanya tak terisi di papan pengumuman.
Selesai makan siang, yang Bapak katakan adalah,