Lihat ke Halaman Asli

Ika Ayra

TERVERIFIKASI

Penulis cerpen

Surat untuk 2021

Diperbarui: 31 Desember 2020   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.Kompasiana

Seorang ibu muda dengan dua anak, bersandar lesu sejak tadi. Aku memarkirkan motorku, membuatnya mendongak, dengan seulas senyum pahit.

Dinding kios kayu yang disewa mama Rido, begitu ia disapa, seakan mendapat keberuntungan. Hampir setiap hari aku mampir, setiap kali itu pula ia tampak mencurahkan kegundahannya di sana. Dengan cat abu-abu yang kusam, serasi dengan seraut wajah nan putih mulus tetapi diselimuti duka.

Bukan duka karena kematian orang-orang yang dicintai, tetapi karena roda pedati kehidupan rumah tangganya yang mandeg.

Aku mengenalnya belum lama, sejak anakku pindah ke sekolah tempat ia menjaga salah satu kantin. Kami sekeluarga boyongan pulang ke kampung halaman, karena ibu sakit.

"Mau kemana, Bu..." sapanya sambil mendudukkan balitanya yang baru tiga tahun. Gadis kecil itu bermain kesana-kemaei sampai tangan, kaki dan pakaiannya kotor. Sewaktu di kantin dulu, di tangannya berganti-ganti cemilan khas anak-anak.

"Mau belanja sayur-mayur, mbak. Mampir mau makan pisang goreng dulu..."

"Oh, iya, berapa?"

"Sepuluh ribu..."

Lalu tangannya cekatan memasukkan sepuluh pisang goreng kipas ke dalam bungkus plastik, lengkap dengan sedikit sambel petes. Khas daerah kampung sini.

"Biasanya sedia nasi kuning, mbak?" tanyaku iseng. Kami memang sering mengobrol.

"Ngga ada modalnya Bu, bapak Rido ngga kerja, pandemi begini karyawan banyak yang dikurangi..."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline