Lihat ke Halaman Asli

Ika Ayra

TERVERIFIKASI

Penulis cerpen

Aku Takut Putriku Kecewa

Diperbarui: 12 November 2020   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: pribadi

Aku mempunyai tiga anak, yang semuanya perempuan. Semua nama mereka dimulai dari abjad pertama. Dan setiap mereka mempunyai nama dengan jumlah huruf yang sama banyak, yaitu sepuluh.

Aku mulai menjadi ibu hampir tiga belas tahun yang lalu. Dan hebatnya, baru sekarang aku menyadari sudah lama aku memendam rasa takut.

Aku mungkin terkena hyperthimesia, suatu sindrom senang membuka dan mengingat banyak hal di masa lalu. Tapi sindrom ini baik kok.

Ketakutanku yang pertama adalah aku takut bayiku menangis. 

Saat itu, hampir tiga belas tahun yang lalu,  yang ada dalam pikiranku, bayi menangis artinya ia sedang merasakan sesuatu yang tidak nyaman. Mungkin rasa lapar, haus, atau kedinginan. Karena bayi yang bahagia, pastilah wajahnya tersenyum dengan lucunya.

Ketakutanku yang kedua, aku takut di masa MPASI-nya bayiku tak mempunyai riwayat makanan alami dan sehat dari ibunya. Maka rajin-rajinlah aku bergelut di dapur. Sekitar jam tujuh pagi menu istimewa siap untuk bayiku yang sudah lima bulan. Bubur nasi dengan tambahan kacang hijau, atau tomat, atau wortel dan kentang, atau jagung, atau bayam dan labu, pokoknya sehat dan nikmat. Terbukti setiap isi mangkuknya habis dengan lahap. Lalu aku merasa menjadi ibu yang berhasil. Yes.

Lalu saat bayiku sudah mulai pandai berjalan, mulai eksplor sudut-sudut rumah yang diminatinya, aku takut bayiku terjatuh karena pola langkahnya sendiri. Aku takut dia menumpahkan sesuatu dari atas meja seperti segelas kopi atau semacamnya. Aku takut dia menemukan sesuatu yang membahayakan dirinya seperti gunting ataupun barisan para semut.

Dan ketakutan-ketakutan lainnya, termasuk saat lahir anak keduaku tiga tahun kemudian.

Aku takut si kakak akan mencium adiknya dengan keras. Aku takut si kakak merasa cemburu seandainya aku lebih memperhatikan adiknya yang baru lahir. Aku bahkan merasa bersalah karena melarang si kakak berisik bermain karena adiknya sedang tidur.

Aku menarik nafas sekaligus berusaha membuang beban berat bersama helaan berikutnya.

Aku seorang ibu. Dan aku ingin jadi ibu yang sempurna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline