Lihat ke Halaman Asli

Ika Ayra

TERVERIFIKASI

Penulis cerpen

Pada Angin Pinggir Hutan

Diperbarui: 11 November 2020   14:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: dokpri

Rumahku di pinggir hutan. 

Kalimat pendek ini sering kuajukan untuk menolak kedatangan mereka. Tapi aku tak bohong. Karena untuk sampai di sini, orang-orang yang berniat datang dengan berbagai keperluan itu, akan merasa kaget nantinya. Mereka tak akan membayangkan medannya sesulit ini.

Tapi tidak untuk anak-anakku. Aku berusaha untuk membuat mereka merasakannya sebagai suatu nikmat. Bukan karena jalan setapak yang berliku dan berat untuk ditempuh, atau perasaan tersisih dari ramainya dunia. Tetapi karena kita mempunyai hidup yang tenang, sekalipun jauh dari berbagai akses.

Sebut saja tempat bermain berupa hamparan pasir yang luas. Serta ekosistem hutan yang gratis untuk dinikmati. Tak muluk-muluk ialah segarnya air alami dari sumber mata air, serta kicauan burung-burung setiap waktu.

Saat pagi tiba, akan ada matahari dari celah daun-daun. Sinarnya lembut menyapu kabut tebal di kejauhan, yang kemudian perlahan menghilang. Menit demi menit perubahan yang kunikmati dari bawah akasia tua.

Tapi menurut si kakak, ia paling suka menatapi lukisan di langit yang tampak membentang. Seperti kuas memulas kesana-kemari.

Foto: dokpri

Lalu bila akan turun hujan, dari kejauhan tampak garis-garis putih jatuh berkelompok. Derunya kedengaran riuh dari sini. Perlahan kelompok garis-garis hujan mendekat menyerbu atap rumah kami.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline