Oleh : Ir. Ayom Budi Prabowo, M.Si *)
Saat ini pelaku usaha perikanan air tawar kabupaten Sukabumi mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil produksinya akibat wabah covid-19, menyusul kebijakan pemerintah tentang pencegahan penularan covid-19. Diantaranya menjaga jarak fisik ("physical distancing"), larangan berkerumun, tetap berada di rumah dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Menurut Pak H. Asep Syamsul, ketua kelompok pembudidaya ikan "Mizumi Koi Farm", "Breeder" yang tercatat di Asosiasi Pecinta Koi (APKI), bahwa lokasi pemasarannya merupakan zona merah covid-19, yaitu DKI Jakarta, Bekasi, Bogor dan Bandung.
Akibatnya permintaan ikan koi grad A dan B dari pelanggan daerah tersebut menurun lantaran pasar ikannya ditutup, "showroom" koi dan toko ikan hiasnya sepi pengunjung, disamping adanya pembatasan transportasi menuju kawasan tersebut.
Akhirnya Pak H. Asep Syamsul memilih "istirahat" dari kegiatan pembenihan. Adapun ikannya dipindahkan ke kolam tanah untuk menekan biaya operasional, sekaligus melakukan pembesaran agar nilai jualnya meningkat.
Dampak wabah covid-19 ini sudah berlangsung selama satu setengah bulan, padahal biasanya kegiatan panen dan pengiriman ikan koi dilakukan dua kali per bulan dengan nilai 20 juta -- 25 juta setiap pengiriman. Namun demikian pemasaran ikan koi melalui "online" masih tetap dilakukan.
Demikian juga dengan Pak Ujang Dindin Cisaat, pembudidaya ikan baster dan koi, kesulitan dalam menjual ikannya karena tidak ada permintaan. Dulu sebelum wabah covid-19, setiap panen ikan baster, pembelinya "rebutan", tapi sekarang pembelinya tidak ada. Jadi ikan hasil panen terpaksa ditebar kembali ke kolam.
Sedangkan Pak H Ade, pedagang ikan di pasar ikan cibaraja, mengatakan bahwa dalam waktu sebulan ini mengalami penurunan omzet hingga 70 %. Pasalnya terjadi pengurangan jumlah penerbangan dari bandara Soetta ke lokasi pembeli. Biasanya bisa mengirimkan benih ikan nila, mas, bawal dan patin ke keluar Jawa sebanyak 8 kali per bulan dengan nilai 5 juta -- 10 juta rupiah setiap pengiriman.
Namun demikian pengiriman benih ikan konsumsi ke Lampung masih bisa dilakukan melalui jalan darat (20/4/2020) dengan harga ikan relatif stabil. Pengiriman dilengkapi dengan dokumen berupa surat keterangan hasil perikanan (SKHP) dari pasar ikan cibaraja.
Kondisi serupa dialami oleh pembudidaya ikan lele. Tidak bisa panen karena pembelinya di pasar menurun. Hal ini menambah beban operasional pemeliharaan. Padahal harga jual ikan lele akan turun jika ukurannya melampaoi ukuran ekonomis.
Bagi pelaku usaha perikanan air tawar yang punya sumber pendapatan lain, seperti guru, dosen, pegawai, petani pemilik atau penggarap dan pembudidaya ikan polikultur, maka kebutuhan hidup sehari-harinya relatif terpenuhi. Namun jika hanya mengandalkan satu usaha, bisa jadi mengalami kesulitan.