Vespa adalah kendaraan roda dua yang sangat unik. Bentuk serta penggunaannya memang sedikit banyak berbeda dari yang lain. Kendaraan ini diciptakan oleh Enrico Piaggio, anak dari Rinaldo Piaggio sang pendiri perusahaan Piaggio di Italia pada tahun 1946. Di Indonesia, jumlah pengguna Vespa kurang lebih terdapat 40.000. Jumlah ini menduduki peringkat kedua terbesar di dunia setelah Italia, 150.000 pengguna, yang merupakan Negara asal dari Vespa itu sendiri.
[caption id="attachment_282291" align="aligncenter" width="300" caption="Leuweung Tiis, daerah yang sering terjadi kecelakaan"][/caption] Tak pelak, berawal dari sahabat saya yang meminjamkan kendaraan ini, kemudian saya pun dibuat jatuh cinta kepada Vespa yang berarti ‘lebah’ dalam bahasa Italia. Kini, Vespa keluaran 1975 selalu digunakan dalam menjalani aktivitas keseharian.
Musim lebaran 2013, saya kebagian mencicipi bagaimana rasanya berkendara di jalan raya saat itu. Tidak arus mudik, saya, istri dan si ‘Billy’ nama dari Vespa yang kami tunggangi, ikut arus balik dari Lebaran 2013 tersebut. Tentu, bukan karena kami pulang dari kampung halaman, melainkan lokasi kerja istri saya yang di luar kota Bandung membuat kami terpaksa ikut arus balik dari Garut menuju ibukota Jawa Barat.
[caption id="attachment_282292" align="aligncenter" width="300" caption="Istirahat Pertama di Lingkar Nagreg"]
[/caption]
Kala itu, istri kedapatan piket di hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Sehingga, perjalanan kami akan dimulai setelah dirinya menyelesaikan kewajiban sebagai pegawai bank BUMN. Semua keperluan sudah disiapkan sedari pagi, agar nanti kami tak kerepotan menyiapkan hal lain.
Waktu menunjukan pukul 13.00 dan pintu rumah kontrakan terdengar ketukan tiga kali. Istri saya pun telah datang lalu kami langsung bersiap memulai petualangan bersama si Billy. Sekadar informasi, nama Billy diambil karena identik dengan warna biru. Selain itu, Billy adalah singkatan dari Biru Liar, yang mana mesin Vespa ini terasa lebih muda ketimbang bodinya.
[caption id="attachment_282293" align="aligncenter" width="300" caption="Istirahat kedua di Cicalengka"]
[/caption]
Keluar dari SPBU terdekat pukul 14.00, si Billy kami isi bahan bakar premium Rp 15.000 dicampur oli samping takaran 3 liter. Di jalan, kami sempat beristirahat 2 kali karena memang perjalanan tersebut menempuh jarak sedikitnya 65 km. Di perjalanan, kami bertemu dengan beberapa keluarga yang juga menggunakan Vespa untuk bepergian. Dari barang bawaannya, memang mereka terlihat telah melancong ke kampung halaman untuk berlebaran, kami bertegur sapa seperti biasanya kepada sesama pengguna Vespa berpapasan di jalan raya.
Siang itu arus lalu lintas memang lancar, dari SPBU di jalan Pembangunan Garut hingga perempatan Carrefour Kiaracondong Bandung, kami bertiga menempuhnya dalam 2 jam saja, dan ingat, saya menggunakan Vespa dan berkendara aman tanpa ugal-ugalan.
[caption id="attachment_282294" align="aligncenter" width="300" caption="Minum dulu gan"]
[/caption]
Sepanjang perjalanan, saya dan istri sempat berbincang. Kebanyakan, kami membicarakan tentang rumah. Dalam arti umum, rumah adalah salah satu bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep-konsep sosial-kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, hidup, makan, tidur, beraktivitas, dan lain-lain.
[caption id="attachment_282295" align="aligncenter" width="300" caption="Perempatan Carrefour Kiaracondong Bandung"]
[/caption]
Pada kesempatan itu kami memang berbicara rumah dalam arti khusus. Untuk mewujudkannya, kami memang masih memiliki waktu, mengingat usia kami yang belum sampai angka 30. Namun, kehadiran buah hati yang lahir pada 3 Januari 2013, membuat kami sering berbincang mengenai kapan saatnya kami harus tinggal satu kota, setelah 2 tahun perjalanan rumah tangga yang terpisah karena pekerjaan.
Hingga sampai di depan pintu pagar rumah mertua, tempat dimana sementara waktu Elora, putri kami, dititipkan sepeninggal pengasuhnya yang tak kunjung kembali setelah pulang kampung Idul Fitri 1434 H lalu, kami menyadari bahwa berapapun kekayaan yang akan dan sudah serta terus dikeruk, tak bisa menggantikan kenikmatan kebersamaan dalam balutan kata ‘rumah.’
[caption id="attachment_282296" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah idaman (google images)"]
[/caption]
Rumah Adalah Sebuah Harapan
Mengutip tulisan Helena Abidin pada blognya, rumah adalah tempat dimana manusia bernaung. Ia bisa berupa sebuah bangunan yang paling sederhana hingga sebuah istana. Ia melindungi penghuninya dari kerasnya alam, kerasnya kehidupan jalanan, memberi kehangatan, dan menjadi fondasi sebuah kehidupan.
Rumah juga dapat mematahkan kemiskinan, melindungi anak-anak dari kekerasan di jalan, memberikan tempat yang aman membangun keluarga dan mendidik anak-anak, memberikan tempat untuk memikirkan masa depan dan membangun kehidupan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H