Merasakan bangku pendidikan mungkin menjadi impian setiap anak di Indonesia, melalui pendidikan diharapkan akan muncul generasi yang cerdas dan baik dimasa yang akan datang, sepanjang sejarahnya, di seluruh dunia ini, pendidikan pada hakikatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar dan membantu mereka menjadi manusia yang baik.
Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik, sepertinya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit dilakukan. Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem moral merupakan persoalan yang mengiringi kehidupan manusia.
Pada tahun 2019 ini dapat kita saksikan bersama banyak berita mengenai siswa yang berkelakuan tidak baik saat berada di sekolah.
Seakan tidak mempunyai moral dalam dirinya, seperti kasus yang terjadi belakangan ini dimana guru ditikam oleh siswa yang terjadi di Manado karena ditegur untuk tidak boleh merokok di lingkungan sekolah, guru yang di olok-olok oleh siswa, guru yang dianiaya oleh siswa dan kasus-kasus lain yang serupa.
Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan siswa, menuntut deselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik.
Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil dan membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa.
Lickona (1991) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
Jika saja penanaman nilai-nilai kebaikan, kejujuran kesopanan diajarkan sejak kecil, dimulai dari keluarga sampai usia sekolah dasar, kemudian di sekolah lebih menekankan pentingnya berkelakuan / berakhlak yang baik daripada sekedar memiliki nilai tingga, maka dengan hal itu akan ada rasa dan pemahaman pada dirinya tentang nilai kebaikan, kejujuran, sopan santun .
Hal ini akan menjadi kebiasaan bagi diri siswa dan dibawa oleh dirinya sampai dewasa kelak, hanya saja kembali lagi seperti pernyataan awal, dewasa ini, masih sukar dilakukan kerena berbagain faktor, oleh karena itu penulis mengajak pembaca untuk terus mengajarkan nilai kebaikan mulai dari keluarga, dan penulis memberikan solusi bagi permasalahan ini terhadap pihak sekolah yaitu dapat dilakukan melalui empat cara :
(1) pembelajaran (teaching) dimana sejak duduk di usia sekolah dasar, lebih menanamkan nilai kebaikan dan kejujuran bagi siswa/i,