Lihat ke Halaman Asli

Arief Satiawan

www.ariefsatiawan.com

Suka Duka Perjalanan Mudik Naik Kereta Api di Tahun 2010

Diperbarui: 2 Juni 2019   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: ariefsatiawan.com

Sekitar Sembilan tahun yang lalu, waktu saya masih berkuliah di salah satu perguruan tinggi di Semarang jawa Tengah, saya hampir selalu mudik di setiap lebaran. Waktu itu puasa dan lebaran ada di sekitar bulan Juli-Agustus. Nah biasanya aktivitas perkuliahan diakhiri beberapa hari sebelum puasa, dan mahasiswa akan mendapat libur semesteran hingga Agustus akhir. 

Buat mahasiswa perantauan seperti saya, liburan semesteran ini adalah liburan yang sangat dinanti, karena liburan ini bertepatan dengan puasa dan lebaran. Jadi saya bisa mudik ke rumah saya di area Jakarta. BIla kebanyakan orang mudik dari kota ke desa, nah saya kebalikannya, dari desa ke kota.

Biasanya saya selalu naik kereta api untuk pulang dan pergi ke rumah/kampus. Bila kamu adalah konsumen kereta api dari zaman dulu, mungkin kamu merasakan bagaimana sesaknya kereta api di momen mudik ketika itu. Biasanya kereta api ekonomi akan menerapkan tiket tanpa tempat duduk. Sesuatu yang sudah tidak ada lagi di kereta api zaman sekarang. 

Tiket tanpa tempat duduk ini adalah masa sesuram-suramnya kereta. Jadi kamu akan menaiki kereta tanpa kamu tahu kamu akan duduk dimana. Jadi hukum rimba berlaku disini. Siapa cepat dia dapat. Angkat pantat hilang tempat. Bila kamu datang lebih awal, maka kamu bisa mendapatkan tempat duduk yang masih kosong, namun bila kamu telat sedikit saja, maka kamu bisa kehabisan tempat duduk yang ada. Masalahnya, di zaman dahulu bila tempat duduk sudah habis kamu masih diperbolehkan menaiki kereta itu.

Kamu bisa memanfaatkan beberapa sudut gerbong yanga da untuk tempat duduk kamu. Saya sendiri pernah beramai-ramai dengan teman menaiki kereta dengan tiket tanpa tempat duduk ini. Apesnya kami semua telat datang. Alhasil kami semua berdiri dari stasiun semarang hingga pekalongan. 

Selepas pekalongan kami akhirnya bisa duduk, tapi bukan duduk di tempat duduk, melainkan duduk dilantai kereta beralaskan koran dan dilangkahi oleh pedagang-pedagang asongan yang berlalu Lalang di dalam kereta.

Benar-benar pengalaman yang menkjubkan.

Kereta yang kami naiki saat itu benar-benar penuh sesak oleh penumpang. Saya sendiri duduk dilantai kereta diantara bangku kanan dan kiri. Sepanjang koridor itu dipenuhi oleh penumpang-penumpang kereta. Ada juga penumpamg yang memanfaatkan space di bawah kursi untuk rebahan disana. Bahkan ada juga yang memanfaatkan bagasi diatas kursi kereta untuk rebahan disana ! Gila banget gak sih.

 Tapi ada yang lebih gila dari itu, yaitu ada juga yang sampai duduk dan rebahan di toilet kereta. Jadi ditoilet ia lapisi seluruh lantainya dengan kardus dan koran. Ampun. Benar-benar luar biasa semangat mudik orang-orang ini.

Menaiki kereta dengan kondisi seperti ini benar-benar bikin shock. Teman saya ada yang sampai menangis dibuatnya. Jelas saja, di kereta saat itu penumpangnya belum seperti penumpang kereta masa kini, yang akan menyediakan tempat duduk minimal untuk perempuan. Waktu itu hukum rimba benar-benar berlaku. Saya bersepuluh benar-benar duduk dilantai kereta sampai dibekasi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline