Usia Harapan Hidup (UHH) pada lansia yang meningkat telah menjadi tujuan keberhasilan dalam pembangunan bangsa di dunia. Hasil laporan dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB, 2011) dalam (Kemenkes RI, 2013) menyatakan bahwa pada tahun 2000-2005 terdapat UHH bagi populasi lansia sebesar 66,4 tahun dengan persentase 7,74%. Perkiraan dari angka tersebut akan meningkat pada tahun 2045-2050 menjadi 77,6 tahun dengan persentase 28,68%. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) menyatakan bahwa pada tahun 2010 UHH populasi lansia di Indonesia yaitu 64,5 tahun (dengan persentase pipulasi lansia 7,18%) yang akan meningkat pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun dengan persentase populasi lansia sebesar 7,58%), dari hasil tersebut menyatakan adanya peningkatan jumlah populasi lansia seiring bertambahnya tahun (Ekasari, 2018).
Dengan meningkatnya UHH pada populasi lansia, hal tersebut menggambarkan pula jumlah angka kesakitan sebab penyakit menurunnya fungsi tubuh (degenerative). Peningkatan lansia menyatakan turunnya angka kematian serta penurunan jumlah kelahiran menyebabkan adanya perubahan struktur demografi. Pada tahun 2012, Indonesia dinyatakan sebagai negara ketiga dengan jumlah populasi lansia terbesar di Asia yaitu sekitar 25 juta jiwa setelah negara Cina yang berjumlah 200 juta jiwa dan India sebanyak 100 juta jiwa. Penduduk di negara berkembang dinyatakan berstruktur tua jika populasi lansia (usia >60 tahun) sudah mencapai 7% dari total jumlah penduduk, sedangkan proporsi jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2010 telah mencapai angka 10%.
Telah diperkirakan bahwa populasi lansia di Indonesia akan meningkat lebih tinggi daripada populasi di Asia, akan tetapi jumlah penduduk di Indonesia yang usianya >15 tahun juga masih lebih banyak daripada populasi lansia. Namun, pada tahun 2040 jumlah populasi lansia di dunia termasuk Asia dan Indonesia diperkirakan akan lebih banyak daripada jumlah populasi usia <15 tahun. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin meningkatnya jumlah populasi lansia maka, akan semakin banyak masalah kesehatan yang dapat ditemukan, hal tersebut terjadi karena lansia telah mengalami penurunan fungsi tubuh yang dapat mengganggu kesejahteraan jasmani dan rohani. Salah satu penyakit tertinggi di dunia maupun di Indonesia pada lansia yaitu kejadian Penyakit Tidak Menular (PTM) khususnya masalah kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), salah satunya adalah Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) (Kemenkes RI, 2019).
Hipertensi merupakan tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya >140 mmHg dan tekanan diastoliknya >90 mmHg. Hipertensi merupakan tekanan darah yang hasilnya lebih tinggi 140/90 mmHg atau digolongkan sesuai derajat keparahannya yang memiliki rentang dari tekanan darah normal, tinggi, sampai hipertensi maligna (Marilyn E. Donges, 1999) dalam (Sya'diyah, 2018). Adapun penyebab dari hipertensi dibagi menjadi dua (Faktor yang tidak dapat diubah dan Faktor yang dapat diubah), yaitu sebagai berikut:
- Hipertensi Primer/Esensial
Faktor yang mempengaruhi seperti:
a. Lingkungan hiperaktivitas sususan syaraf simpatik
b. Pola hidup tidak sehat
c. Peningkatan natrium (garam)
d. Obesitas (berat badan berlebih)
e. Alkohol
f. Merokok
g. Stress dan emosional
- Hipertensi Sekunder/Renal:
Faktor yang mempengaruhi seperti:
a. Penyakit ginjal
b. Hiperaldosteronisme
c. Hieprtensu yang berhubungan dengan kehamilan (gestasional)
d. Penyakit jantung
e. Penyakit endokrin (kelenjar)
Faktor Resiko kejadian hipertensi meliputi:
a. Usia dan riwayat keluarga yang memiliki turunan hipertensi
b. Ras
c. Konsumsi tinggi garam
d. Stress
e. Penggunaan obat-obat kontrasepsi oral
Adapun Klasifikasi (Pengelompokan) Hipertensi Menurut JNC 7 (2003), yaitu:
Dengan meningkatnya kejadian tekanan darah tinggi yang dipicu seiring bertambahnya usia individu, perlu bagi diri sendiri mawas terhadap kejadian tersebut dengan pencegahan hipertensi. Bagaimanakah cara pencegahannya? Jawabannya sederhana, yaitu hanya butuh disiplin dan ketekunan menerapkan aturan hidup sehat, sabar, dan ikhlas dalam mengendalikan perasaan dan keinginan atua ambisi. Merubah perilaku tidak sehat yang dapat diubah seperti: merokok, konsumsi banyak garam/natrium, konsumsi alkohol, berat badan berlebih (obesitas), penggunaan obat-obatan, hingga stress/emosional menjadi perilaku sehat seperti: berhenti merokok, batasi konsumsi garam, kurangi konsumsi alkohol, menjaga berat badan di rentang ideal, hindari stress (penerapan koping adaptif). Menurut Sya'diyah (2018) menyatakan bahwa agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus mengambil tindakan pencegahan yang baik (stop high blood pressure), antara lain dengan cara sebagai berikut:
- Membatasi konsumsi garam
- Menghindari kegemukan (jaga BB di rentang ideal)
- Membatasi konsumsi lemak
- Olahraga teratur
- Konsumsi sayuran
- Tidak merokok dan tidak konsumsi alkohol
- Latihan relaksasi atau meditasi
- Berusaha membina hidup yang positif
Setelah mengetahui penyebab kejadian hipertensi dan bagaimana cara pencegahannya maka, perlu kiranya seseornag untuk meningkatkan status kesehatan dengan tindakan perilaku pola hidup sehat yang sudah dibahas diatas guna mencegah kejadian hipertensi dan meningkatkan UHH pada lansia di hari tua nanti. Adapun penanggulangan/penanganan hipertensu ada dua cara uaitu terapi farmakologis (obat-obatan) dan terapi nonfarmakologis (selain obat-obatan), sebagai berikut:
- Terapi Farmakologis (obat-obatan):
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan obat standard yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. USA, 1988) menyatakan bahwa obat Diueretik, Penyekat Beta (Beta Blocker), Antagonis Kalsium, ACE Inhibitor (Penghambat ACE) bisa dipakai sebagai obat tunggal. Dosis obat akan diresepkan oleh dokter penanggungjawab sesuai dengan derajat hipertensi penderita. Jika sudah terkontrol, biasanya dosis obat akan diturunkan oleh dpkter sesuai dengan konsisi (ukuran tekanan darah) terbaru penderita.
- Terapi Nonfarmakologis (selain obat-obatan):
Tujuan dari terapi hipertensi bukan hanya untuk menurunkan tekanan darah tinggi saja, namun pun guna mengantisipasi dan meminimalisir kejadian komplikasi agar penderita bertambah kuat (Barry, 1987).
Terapi selain obat-obatan yaitu dengan cara sebagai berikut:
a. Mengubah faktor penyebab kejadian hipertensi yang dapat diubah
b. Rutin kontrol (cek) kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan terdekat terutama tekanan darah minimal 1x/bulan
c. Konsultasi dengan tenaga kesehatan tentang konsumsi herbal (jamu, jus buah) yang mngindikasi penurunan tekanan darah
Penting kiranya bagi keluarga dan lansia itu sendiri untuk tetap menjaga kesehatan dan mempertahankannya dengan cara memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat guna mengetahui apakah ada masalah kesehatan, sehingga jika dicurigai adanya masalah maka lansia tersebut bisa langsung mendapatkan penanganan yang tepat dari tenaga kesehatan.
REFERENSI
Ekasari, M. dkk. (2018). Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia dalam Konsep dan Intervensi. Wineka Media: Belajar Sepanjang Hayat.