Lihat ke Halaman Asli

Jilbab Hanya Sebagai Kedok, why Not?

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jilbab Hanya Sebagai Kedok*
Sayyed ep Bikailarobbi.wordpress

Sepertinya ada yang salah dengan judul diatas. Ya, tapi tidak sepenuhnya salah kok. Mari sejenak santai dan tidak terlalu mengklaim ini itu dulu. Karena sebagian besar klaim hanyalah sebuah prasangkaan tiada bukti.

Masalah ketaatan seseorang kerap kali disangkut pautkan dengan kesadaran diri dalam menjalankan perintah agama. Apakah benar begitu adanya. Tidak kawan. Segala bentuk ketaatan dalam beribadah, baik itu berupa ibadah mahdoh (baca: murni untuk Allah swt) seperti sholat, puasa, haji dll. Atau ghoiru mahdoh (untuk Allah swt dan mahluknya) seperti nikah, sunatan, aqiqah dll memiliki tingkatannya masing-masing. Meskipun sulit untuk kita nilai secara lahir, karena bisa saja seorang kelihatannya sangat beriman tetapi dimata Tuhan dia adalah seorang munafik sejati, begitupun sebaliknya.

Dalam masalah jilbab hanya sebagai kedok, entah itu terpaksa memakainya karena trend atau memang budaya setempat. sebenarnya tidak apa-apa ketaatan hanya dalam beberapa waktu saja dan maksiat lebih mendominasi. Toh hampir mayoritas wanita muslimah adalah orang awam yang menjalankan syareat agama hanya ikut-ikut saja (taklid), tanpa tau rincian batasan halal-haram dan dalil yang banyak dihapal oleh ustadz-ustadz mimbar.

Ketaatan seseorang dalam menjalankan syariat memiliki derajat masing-masing. Walaupun sebenarnya, Allah swt tidak menerima amalan kecuali murni hanya untuk Dia, toh fase terpaksa, terbiasa dan watak kemudian menjadi kesadaran akan muncul dengan sendirinya, jika memang kita benar-benar ingin menjadi muslim kaaffah (seutuhnya). Banyaknya manusia yang tidak mau naik kelas dari level terpaksa menjadi sebuah kesadaran pastinya karena tidak ada kemauan penuh dari pribadi yang menjalankan syareat tersebut, selain tidak adanya petunjuk langsung dari Dia.

Bagaimanapun kewajibkan berjilbab bagi muslimah eksplisit termaktub dalam ayat yang jelas. Karenanya mayoritas sarjana qurun pertama (sahabat) dan kedua (tabiien) dan mayoritas pengikut mereka sepakat akan kewajiban ini. tidak ada kata alasan “belum siap” , “masih belum bisa istiqomah” atau “pekerjaan mewajibkan saya menenggalkan jilbab”. Bukankah nabi menyinggung masalah ini : Tidak dizinkan taat kepada mahluk jika itu bertentangan dengan Hukum Allah –Alhadis

Dari sini disimpulkan bahwa memakai jilbab, walaupun bukan karena kesadaran, dalam hal ini ingin dinilai relegius atau mengikuti trend juga termasuk perbuatan yang sangat dianjurkan karena lebih cenderung mengikuti orang-orang yang taat kepada aturan Tuhan daripada tidak mengenakkan jilbab sama sekalin walaupun memiliki kepribadian alim. Disisi lain, niat mereka sedikit demi sedikit harus diluruskan agar kain mulia itu bukan sekedar simbol fashion show yang kerap dilihat pada komunitas jilbaber yang sekarang banyak ditemui di kota-kota besar.

Intinya tidak ada manusia yang mampu menjalankan Syariat secara 100% karena kesadaran. Masalah inipun ekplisit dalam nas Quran : bertakwalah semampumu!.

*iseng nulis setrelah baca artikel teman yang menyangkut-pautkan jilbab hanya dengngan kesadaran hati (derajat taat yang paling tinggi) bukan karena trend, kerabat (derajat taat orang awam / labil) takut dosa maupun lainnya (derajat taat menengah).

Toh manusia diciptakan sebagai mahluk yang lemah, lagi labil…
Gunit Dorm 17 04 2012…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline