Lihat ke Halaman Asli

Dimana Tuhan Bersemayam?

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13328100711579336555

[caption id="attachment_168513" align="alignnone" width="1024" caption="bikailarobbi"][/caption] Sayyed EP Bikailarobbi limeted inc Ternyata Muhammad tidak pernah memiliki musuh yang sebanding seperti Musa dengan  Fir’aun, Adam dengan Iblis, Isa dengan Dajjal dan semua Fitnah yang kerap mengelabuhi setiap pemimpin masa depan. Ternyata awal surat Al-isnirah (Alam Nasroh) diletakkan setelah Akhir Adduha –Wa amma Bini’mati Rabbika Fa haddist- agar kita sadar bahwa Barang siapa yang yang kerap Memperbaharui nikmat-Nya dengan bersyukur maka Dia akan melapangkan dada kita hingga menjadi orang yang bahagia dan tentram. Ternyata pertanyaan –dimana Tuhan?- adalah sesuatu yang mustahil. Karena kata-kata  “dimana” membutuhkan pertanyaan dimana-dimana selanjutnya, hingga akan terjadi mata rantai. Dan semua yang berputar seperti mata rantai tak akan berujung. Karenanya, tidak semua kata-kata majasi harus memliki makna hakikat! Ternyata seorang kekasih Tuhan (Wali Allah) juga ada yang sampai pada derajat – dibebaskan dari segala beban kewajiban agama-  bagi mereka kewajiban bukanlah beban, melainkan sebuah amalan yang sudah menyatu dalam diri dan sulit untuk dilepaskan/tinggalkan. Karenanya  Rasulullah pun menyatakan bahwa ritual  Sholat adalah penyejuk jiwanya. demi menggapai puncak nikmat  bermunajat kepadaNYa, rasa sakit dari  kaki Rasulullah yang bengkak disebabkan banyaknya sholat malam pun tidak pernah dirasakan beliau. Ternyata dia memang akan lebih cepat menjawab dan memberi semua apa yang kita  inginkan, selama  kita tidak mengumbar belas kasihan dan meminta-minta solusi  kepada selain diriNYa. Mengapa kita kerap meminta semua yang ada bukan kepada pemilik hakikat segalanya? Ternyata dosa yang paling besar dan tidak diampuni adalah AFFAIR -aka- selingkuh! Karena ketika DIA dianggap bukan segalanya berarti kita telah menyembah-nyembah mahluknya  yang tidak mampu berbuat segalanya tetapi kerap menjadi segala-galanya bagi kita? Ternyata setiap kemudahan yang ada ini adalah hasil dari jerih payah para pendahulu, dan seandainya kita merasakan pengorbanannya belum tentu bisa untuk mencapai kesuksesan seperti yang dirasakan pada saat-saat sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline