Lihat ke Halaman Asli

Laki-laki Pemalu di Jaman Edan

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13113941432050263343

[caption id="attachment_120769" align="alignnone" width="540" caption="Dont blame ur Comunity -google-co-id"][/caption]

Sisi lain yang membedakan laki-laki dan perempuan adalah adanya sifat percaya diri yang lebih, terbuka dan apa adanya dari pihak laki-laki. Sementara mayoritas perempuan (lazimnya) memiliki sifat tertutup dan pemalu. Kenyataannya mitos ini hampir sudah tidak berlaku lagi, seiring isu bias gender yang kerap dielu-elukan para penuntut label emansipasi yang secara sadar telah menyalahi kodratnya.

Sifat malu bersumber dari keimanan seseorang terhadap sang khaliq. Walaupun awalnya sifat ini sering muncul karena emoh, sungkan atau tidak enak dilihat manusia lainnya, tapi jika sesuatu yang menjadi objek sifat malu ini adalah tindakan yang menyalahi aturan sang khaliq (syareat) maka rasa malu yang seperti ini merupakan ‘langkah awal’untuk menggapai puncak iman yang sesungguhnya : Sifat malu merupakan sebagian dari iman –Hadis.

Ungkapan Aisyah: Rasulullah lebih pemalu daripada perempuan yang dipingit dirumahnya. Jika difahami dengan konteks sekarang mungkin banyak yang akan menertawakan keanehan sang Rasul ini.Bagaimana mungkin seorang yang gagah berani disamakan dengan wanita pingitan yang dikurung keluarganya dan tidak boleh pergi keluar kecuali dengan sang muhrim.Sebaliknya, jika ucapan Aisyah tersebut difahami dengan hakikat dasar sifat malu yang sanggup menjadikan keimanan seseorang bertambah derajatnya, maka jelas sudah bahwa sang Rasul adalah sosok manusia yang paling memiliki sifat/rasa malu yang pernah ada dimuka bumi ini.

Harga diri adalah salah satu sebab dari timbulnya rasa malu yang kerap dijadikan dasar seseorang untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak memalukan dalam dunia sosialnya. Menjaga Muru’ah atau harga diri dalam agama sangat dianjurkan, karenanya orang yang sanggup menjaga harga dirinya di setiap situasi dan kondisinya maka ia telah keluar dari salah satu ciri pribadi yang fasik –pelaku dosa secara terang-terangan-. Begitu besarnya manfaat menjaga harga diri menurut pandangan agama, sampai-sampai dalam kajian fiqih menyatakan : salah satu penyebab uzur yang menjadikan seseorang boleh meninggalkan jamaah dan jum’at ( tetap harus sholat sendiri di rumahnya) adalah tidak adanya pakaian yang ‘pantas’ untuk berjamaah di Masjid. Bagaimana jika masyarakat tahu ada seorang Kiyai terpandang melaksanakan ibadah sholat Jum’at di daerahnya dengan tanpa memakai peci ??

Bilakah di jaman yang akrab dengan tag line : “mau eksis harus narsis” seperti sekarang ini kita menemukan laki-laki pemalu. Sifat malu mungkin hanya dimiliki oleh mereka yang tidak memiliki rasa  percaya diri yang tinggi, pelaku kehidupan minder dan orang-orang yang diacuhkan oleh komunitasnya.

Alkisah di akherat kelak, orang-orang yang suka mengumbar aibnya tanpa malu, jika kebetulan masuk surga, akan di tarik ke neraka karena kenarsisan-nya menceritakan aib-aib dirinya kepada orang lain. Temannya yang masih di neraka akan protes : ya Tuhan si fulan mengatakan sendiri bahwa waktu di dunia telah melakukan ...bla bla bla bla... dengan bangganya, mengapa ia masuk sorga?

Wallahu A’lam.

Marhaban ya Ramadhan.. Mohon maaf lahir batin kawan (:

Terkait masalah Peci dan Kerudung, penulis pernah iseng ngebahas di :

http://lomba.kompasiana.com/puasa-dulu-baru-lebaran/2010/09/08/islam-peci-dan-kerudung/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline