Lihat ke Halaman Asli

aye misbah

Saya Orang Yang Terus Berupaya Mencari Diri Sendiri Dan Terus Terbuka Terhadap Beribu Kegagalan

Dengan Satu Prinsip Nietzche Ini Anda Tidak Akan Tersesat oleh Pandangan Umum

Diperbarui: 9 Juli 2020   17:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya orang yang tidak sepakat dengan pandangan, "Hidup itu 'harus' punya teman sebanyak-banyaknya, biar nanti di kemudian hari hidupnya gampang, cari kerja pun mudah".

Saya kerap tidak sepakat dengan pandangan yang pada dasarnya adalah pandangan khusus, namun di general kan seperti pandangan di atas. Mungkin pada orang tertentu layak adanya. Namun tidak untuk orang pada umumnya. Karena, logikanya, semakin banyak teman maka semakin mudah hidup, dan semakin sedikit semakin nelangsa hidup seseorang. Apa anda yakin begitu? Saya si tidak. Mengapa?

Saya tidak men-judge negatif mereka yang memang memiliki banyak kawan. Memang itu sah-sah saja. Dan bahkan harus pada orang-orang tertentu. Namun yang saya koreksi adalah stereotipe di atas, generalisasi pandangan-nya, seolah memang semua orang harus berstandar pada apa yang tadi saya katakan sebagai prinsip khusus yang digeneralkan, pada standar keharusan memiliki banyak kawan.

Pasalnya, semua orang bisa mendapatkan kebermaknaan hidup dalam segala kondisi. Juga dalam kondisi pertemanan yang terbatas. Bahkan manusia dapat menemukan kebermaknaan di dalam kondisi krisis sekalipun.

Saya memiliki seorang kawan yang dalam suatu perbincangan ia bercerita tentang ayahnya yang berpemikiran kolot, egois, tempramental dan tidak pernah ingin menyimak setiap kali teman saya ini menyampaikan aspirasi atau pandangannya pada sang ayah. Dan sikap ayahnya ini, lanjutnya, memberikan suatu dampak pada sikapnya kemudian. Ia menjadi tempramen, keras, dan saya lupa bagaimana saat itu ia menjelaskan. Namun intinya adalah, dalam kondisi nya yang sekarang ia bersyukur bahwa ia memiliki ayah yang seperti tadi dijelaskan. Sebab karenanya ia menemukan suatu makna dalam hidupnya.

Dari sikap-sikap destruktif yang ia warisi dari perlakuan ayahnya lantas ia belajar dan menemukan self-awareness secara mendalam, ia memahami dirinya lewat usaha self-improvitation-nya. Maka dapat dikatakan lewat tragedi-nya ia menemukan kedewasaannya. Point inti di sini adalah bahwa baik dalam kondisi lapang atau terjepit manusia mampu menemukan nilai dan kebermaknaan dalam hidupnya. Maka teman bukanlah penentu bernilai tidaknya hidup seseorang. Itu hanyalah merupakan pilihan dari beberapa pilihan dalam hidup untuk mencapai suatu kebermaknaan. Bukan penentu kebermaknaan itu sendiri.

Saya memandang bahwasanya anjuran, yang hampir menjadi sebuah keharusan, untuk berteman sebanyak-banyaknya ini bukan tanpa akibat. Salah satu akibatnya adalah apa yang pernah dikatakan oleh Rollo May dalam buku Man Search Him Self-nya, bahwa:

penyakit yang dimiliki oleh manusia modern adalah keinginan untuk diterima oleh orang lain. Mungkin, saya memandang, bahwa keinginan-keinginan sebatas untuk dapat diterima oleh orang lain ini, sedikit banyaknya, terdapat dalam organisasi.

Komunitas atau organisasi adalah kumpulan dari orang-orang yang memiliki satu idealisme, satu tujuan, satu visi, untuk mencapai suatu target tertentu. Maka, suatu organisasi yang diisi oleh orang-orang yang hannya menginginkan penerimaan sosial semata akan hanya seperti kapal yang tak jelas arahnya, hanya terombang-ambing di samudra.

Seorang kawan ketika saya berbicara teori Rollo May tadi, bercerita bahwa ia pernah suatu kali bertanya dalam suatu perbincangan dengan salah seorang kawannya yang merupakan seorang wakil ketua orgnisasi x. Kawan saya ini menanyakan apa visi sang wakil ini dalam organisai x, dan apa visi organisasi tersebut?  Dan ia kehilangan jawaban lalu malah menyalahkan ketua organisasi nya yang ia tuduh tidak benar-benar jelas mengarahkan bakal kemana tujaun organisasi x. 

Bagaimana mungkin seseorang melupakan visinya, melupakan tujuannya. Kecuali memang yang ia kerjakan hanya sesuatu yang non-sense, omong kosong, yang maka kita maklumilah ia tak mengindahkan. Barangkali kita jadikan perumpamaan jika ada seseorang yang mengendarai motor dan berpapasan dengan tetangganya yang sedang menyapu rumah lantas disapa lah ia 'mau kemana?', lalu malah kemudian ia kebingungan sendiri, kehilangan jawabah, bingung menjawab mau kemana. Mendinglah kalau ia menjawab 'Mau jalan-jalan sore aja'. Tapi kalau malah bingung, kan hanya menghabiskan bahan bakar semata?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline