Lihat ke Halaman Asli

MEMACE (Membaca Hikayat)

Diperbarui: 12 April 2016   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Hikayat - youtube.com/watch?v=VpJCU4rBlaI"][/caption]Masyarakat di Lombok yang mayoritas Islam lebih mengenal tradisi memace dengan istilah membaca hikayat atau biasa di kenal dengan hikayat. Hikayat menurut KBBI yaitu, karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekedar untuk meramaikan pesta sedangkan menurut salah satu tokoh adat di daerah saya (Amaq Uni), memace atau hikayat berarti berdakwah, menceritakan kembali suatu kisah, dimana kisah tersebut benar ada keberadaannya yang memberikan motivasi, rasa, pembangkit semangat dan yang lainnya.

Memace biasa di lakukan pada waktu malam hari dalam acara tertentu seperti perayaan maulid Nabi, sunatan, perkawinan. Pembaca membaca dengan nada yang berbeda, seperti bernyanyi tetapi bukan bernyanyi.

Memace biasa di lakukan 4 – 5 orang atau lebih, tugas mereka berbeda – beda, yang satu membaca dengan nada seperti bernyanyi, yang satunya bertugas sebagai penerjemah sedangkan yang lain sebagai beking vokal. Pemaca biasa menceritakan tentang kisah Para-Nabi, cerita – cerita yang berkaitan dengan kepercayaan atau agama, dan menceritakan tentang kehidupan manusia atau segala sesuatu ciptaan Sang-Maha Esa.

Tradisi ini sudah ada sejak kerajaan Hindhu berkuasa. Dulu tradisi ini dilakukan mengajak orang masuk islam. Istilah – istilah nada khas yang dipilih yakni, dangdang (nada khas asal Jawa), Sinom (Bali), Pangkur, Budaya dan Kumambang (Lombok). Untuk menjamin suara bisa stabil saat memace pemace mengamalkan jampi – jampian dan pemace menyiapkan kemalik atau ikat pinggang berbahan benang, beras kuning, air bunga, benang warna hitam dan putih yang ditaruh diatas wadah yang dinamakan rereke. Maknanya yakni, sebersih dan sesuci apapun manusia, pasti terdapat noda dan kesalahan dalam diri yang harus dibersihkan dengan mendekatkan diri kepada Tuhan dan itu semua bagian dari tradisi dan adat budaya dalam menjalankan kelansungan memace. (Ahmad turmuzi).

Di daerah saya, memace biasa dilakukan oleh orang – orang atau tokoh – tokoh masyarakat tertentu, seperti tokoh agama, tokoh adat setempat dan lain sebagainya. memace di lakukan tidak hanya pada malam tertentu saja seperti acara maulid nabi, sunatan, perkawinan tetapi sering sekali di lakukan pada malam biasa dengan tujuan agar calon – calon penerus atau pemuda – pemuda di daerah saya sadar akan pentingnya suatu adat, budaya setempat dan sebagai pembritahu kepada masyarakat setempat bahwa tradisi  memace masih berdiri kokoh.

Sehingga, sudah sepatutnya kita menjaga dan melestarikan tradisi – tradisi yang ada di daerah kita masing – masing. Khususnya pemuda – pemudi, mari kita bersama - bersama menjaga budaya, adat-istiadat, tradisi yang kita miliki di Negeri tercinta ini. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline