Lihat ke Halaman Asli

Arie Yanwar

Hanya seorang rakyat yang peduli kepada negerinya tercinta

Krisis Sebagai Pemicu Inovasi

Diperbarui: 29 September 2017   02:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kita sering mendengar kata krisis sebagai suatu momen sulit yang sedang menimpa seseorang, golongan, bahkan bangsa. Krisis sendiri di definisikan oleh Webster sebagai suatu momen penentu apakah suatu momen/peristiwa akan berubah menjadi sesuatu yang lebih baik atau lebih buruk. Saat ini banyak sekali peristiwa yang kita anggap sebagai sebuah krisis yang mana arahnya selalu terlihat menjadi semakin buruk.

Tetapi tulisan ini tidak akan membahas semua atau berbagai krisis yang terjadi di dunia, melainkan berusaha melihat suatu fakta atau sisi positif bahwa banyak inovasi baik dari sisi teknologi, ekonomi bahkan sosial yang saat ini kita nikmati yang pada dasarnya merupakan buah pikiran kreatif sebagai solusi untuk keluar dari suatu krisis.

Tidak perlu jauh melihat sejarah, cukup lihat apa yang terjadi 1 abad terakhir dimana banyak kemajuan teknologi terjadi akibat adanya krisis. Contohnya teknologi pesawat dimana dulu pesawat cuma dianggap mainan untuk orang-orang kaya pasca Wright bersaudara menciptakan pesawat bermesin, tapi berkat sebuah krisis kemanusian yang kita kenal sebagai perang dunia, teknologi pesawat terbang jadi semakin canggih. Jika dalam periode 1903-1914 kecepatan pesawat hanya rata-rata 96 Km/Jam maka setelah perang dunia 1 berakhir kecepatan pesawat meningkat menjadi 200 Km/Jam. Tidak hanya itu, perang dunia 2 yang merupakan perang yang terbesar sepanjang sejarah umat manusia, justru melahirkan banyak inovasi teknologi yang kita nikmati sampai sekarang dari mulai radar, sonar, computer, roket, pesawat jet bahkan nuklir.

Tentu saja saya bukan ingin menyatakan bahwa kita membutuhkan perang supaya muncul adanya inovasi dibidang teknologi, walau memang tidak dapat dipungkiri fakta bahwa kita dapat menikmati berbagai jenis kemudahaan teknologi saat ini sebagai akibat dari adanya 2 perang dunia tersebut.

Disini kata kunci yang saya tekankan adalah krisisnya bukan perangnya dimana dalam hal ini krisis tersebut diartikan sebagai suatu keterbatasan yang harus dilampaui agar dapat mencapai tujuan. Dalam hal perang tentu saja tujuannya menang sedangkan batasannya berbagai macam seperti menangkal serangan udara musuh sehingga muncul radar, mendeteksi kapal selam musuh sehingga muncul sonar, menerjemahkan kode rahasia musuh sehingga muncul komputer, sampai menghancurkan musuh dengan cepat dan seketika sehingga muncul bom atom (nuklir).

Tentu saja penyebab  keterbatasan tidak hanya terkait dengan perang melainkan juga dengan kebutuhan ekonomi suatu negara. Ketika terjadi booming permintaan mobil pada awal abad 20 di Amerika Serikat, permintaan akan BBM pun meningkat drastis sedangkan supply saat itu stagnan, muncullah teknologi 'cracking' yang dapat meningkatkan produksi BBM dari setiap minyak bumi yang disuling.

Ketika terjadi embargo minyak oleh Arab Saudi di tahun 1970an maka itulah saat pengembangan teknologi energy terbarukan menjadi semakin pesat dimana sebelumnya tidak ada pemikiran untuk mengembangkan teknologi tersebut.

Bahkan jika kita melihat lebih jauh, maka munculnya teknologi navigasi laut pada abad 15 yang menjadi awal era penjelajahan samudra (Age of Sail) adalah merupakan dorongan akibat terbatasnya atau mahalnya harga rempah-rempah yang jalur perdagangannya di monopoli oleh kekaisaran Turki Utsmani (Ottoman) sebagai penguasa di jalur sutra.

Munculnya teknologi pembuatan ammonia (yang dapat digunakan untuk membuat pupuk urea sampai amunisi) adalah sebagai respon akibat dikuasainya sumber nitrat alami di amerika selatan oleh Inggris pada awal abad 20. Dengan kata lain, sebuah inovasi akan muncul sebagai respon atas keterbatasan yang dialami satu pihak yang menyebabkan pihak tersebut ingin terbebas dari kungkungan keterbatasan mereka dalam hal ini bebas atau independent yang menjadi tujuan.

Nah, mari kita berkaca kepada kondisi di dalam negeri. Banyak sekali krisis yang terjadi baik dari sector pangan maupun energy. Lihat saja krisis garam yang sedang mendera ibu-ibu di dapur, atau krisis BBM yang menjadi momok bagi daerah-daerah tertentu yang antrian di SPBU bisa seperti antrian sembako. Krisis-krisis tersebut haruslah kita anggap sebagai momen untuk menciptakan inovasi bagaimana caranya agar masalah keterbatasan tersebut dapat dipecahkan sehingga produk-produk yang ketersediaannya sangat vital tersebut dapat menjadi banyak dan pada akhirnya menurunkan harga seperti halnya pada harga BBM di AS pada tahun 1920 yang turun terus dari harga 22 cents/gallon menjadi 13 cents/gallon pada tahun 1927 (pada saat itu tidak ada lagi monopoli BBM pasca pembubaran standard oil di tahun 1911 dan belum ada kartel atau oligarki di sector BBM selama beberapa decade pasca pembubaran standard oil).

Tentu saja momen krisis tidak dapat dijawab dengan cara melakukan impor, seandainya ini yang dilakukan Jerman dalam menjawab kelangkaan nitrat yang di embargo Inggris,  saya ragu bahwa proses Haber-Bosch dapat ditemukan di awal abad 20 di Jerman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline