Lihat ke Halaman Asli

Mencari Popularitas dengan Pernyataan Bullshit

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Demam Kebencian dan dendam kusumat terhadap  wahabi  pada stadium empat merebak dan memangsa para tokoh tokoh umat dari kalangan NU. Sulit rasanya ada obat penawar yang bisa menetralisir virus kebencian yang mewabah dan merusak jaringan berpikir sebagian besar tokoh toho NU. Tentunya sebuah penyakit ganas, lebih bahaya lagi dari sekedar penyakit yang diakibatkan oleh obat obat terlarang, karena agama kalau salah memahami akan menjadi racun yang bisa melumpuhkan akal sehat. Apalagi bila menjangkit seorang Pemimpin yang diidola oleh para pengikutnya,dampatnya tidak hanya menimpa pemimpinnya, tetapi juga bisa menjebak seluruh pengikutnya mengikuti pahamnya yang salah. Sehingga tidak terdapat lagi sopan santun menanggapi persoalan persoalan umat .

Bila pernyataan itu datang dari seorang guru besar dari sebuah perguruan tinggi yang tidak terikat dengan tokoh ormas, mungkin dampaknya hanya akan berkutat secara akademisi di perguruan tersebut. Kalau  pernyataan miring sekitar agama itu dikembangkan oleh tokoh Organisasi, tentunya secara organisatoris, ormas tersebut terlibat mewadahi kebencian yang akan di sambut oleh pengikutnya dengan bangga dan lata, seolah ucapan tokohnya adalah benar. Berangkatnya dari sikap "taqlid buta" berdasarkan doktrin doktrin  mitologi yang melahirkan mitos ritus dan kultus yang mengakar, sehingga membuat mata hati mereka buta terhadap orang lain, sekalipun nalar ilmiah dipakai sebagai dalil untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya.

Sebenarnya "taqlid buta" itu lebih dari sekedar terorisme yang hanya bisa dilakukan oleh orang orang yang terdidik. Karena taqlid buta yang terbentuk oleh sebab mitos akan menghancurkan makna akal sehat, dan membuat si taqlid buta berada dalam pengaruh bawa sadar. Dampaknya, akan mampu mengerahkan massa (yang buta mata hatinya) melakukan apa saja yang diperintahkan oleh pimpinannya. Itulah cerminan dunia NU masih terbelenggu oleh sebuah tradisi paternalistik yang sangat membahayakan kesatuan bangsa, lebih dari sekedar pernyataan "Wahaby" yang dilontarkan. Dab bukan tanpa target, bila seorang Ketua Organisasi perkataaannya diaminkan oleh pengikutnya, jelas targetnya adalah "popularitas" dengan dalih kebangsaan.

Sebagaimana Lontaran Aqil siroj yang akrab dipanggil Kang Said, bukan tanpa tujuan menebarkan Issu Terorisme, itu bagian dari kampanye NU selama masih sebagai partai dalam rangka mendapat perhatian penguasa, selebihnya bisa meyakinkan pemerintah untuk menerima Kang said sebagai salah satu orang kepercayaan Pemerintah, nah kalau kita simak ucapan :"“Kita bisa mencermati pergerakan paham Wahabi di negeri kita yang secara mengendap-endap telah memasuki wilayah pendidikan dengan menyuntikkan ideologi puritanisme radikal, semisal penyesatan terhadap kelompok lain hanya karena soal beda masalah ibadah lainnya. Di berbagai daerah bahkan sudah terjadi ‘tawuran’ akibat model dakwah Wahabi yang tak menghargai perbedaan pandangan antar-muslim. Model dakwah semacam ini bisa berpotensi menjadi ‘cikal bakal’ radikalisme,” tulis KH Said Aqil Siradj pada harian Republika (3/10/2011), dengan judul, Radikalisme, Hukum, dan Dakwah.

Tulisan tersebut bukan tanpa target dilontarkan seorang Kang Said yang bergelar S3, bahkan sangat transparan sekali dalam ulasan tersebut ada keinginan terselubung. Tidak jelas "kapan terjadi tawuran" antara Wahaby dengan aswaja. Benarkah terjadi "tawuran" diberbagai daerah, sangatlah tidak benar ucapan Kang said, mengapa hanya Wahabi yang dituntut menghargai pendapat aswaja, apakah aswaja menghargai pendapat wahaby. Disini seorang Kang said sebenarnya sangat pesimistis dengan kemampuan orang orang NU dalam hal agama, sehingga melontarkan manuver palsu, padahal tidak terjadi apa apa di daerah daerah.  Ingat bahwa tawuran yang terjadi antara Ahmadiyah dengan Umat Islam tersebut, semuanya melibatkan Kyai aswaja, bukan orang orang wahaby, tidak mungkin wahaby sebodoh lontaran Kang said. Kalau memang Kang Said seorang Pluaralis, biarkan wahaby berpendapat, tak perlu dirongrong dengan cerita palsu yang tidak berdasar sama sekali. Jangan menggunakan kata Pluralis dengan standar ganda Kang.

Bukan itu saja perkataan Kang said dalam melakukan manuvernya menggugat dakwah wahaby, bahkan dalam berbagai kesempatan dilakuakn pendataan oleh pasukan Kang said berapa banyak pondok wahaby di Indonesia dan memerintahkan Kyai kyai Nu di berbagai daerah untuk membersihkan daerahnya dari pengaruh "wahaby". (maaf kalau saya pakai istilah wahaby ini hanya untuk inisial rival Kang said). Said Aqil: Tangkal Wahabi, Kader NU Harus Cerdas. Bila kata "Wahabi" dinyalakan sebagai komudeti perjuangan politik NU di Indonesia, berapa banyak Ormas Islam yang terfitnah oleh tuduhan membabi buta, hanya saja Kang said tidak berani menyatakan Kalau "Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad adalah wahabi", sebab kalau menunjuk hidung langsung, pasti kang said ini aka  berhadapan dengan banyak orang yang akan menjatuhkan reputasinya, makanya tidak gegabah kang Said mengeluarkan tuduhan, hanya menyerang kelompok salaf yang tidak terikat dengan ormas manapun di Indonesia.

Tetapi sebagai bukti kalau Tokoh PB NU ini mengarahkan serangannya pada selain salafi, bisa dibuka nyanyian lama NU yang banyak dikuti media masa, bahkan juga terdapat dalam Majalah lama "Pembela Islam" oleh A. Hassan, disamping pernyataan buya HAMKA: Buya Hamka: Vonis Sesat terhadap Wahabi Direkayasa untuk Gurita Kolonialisme jugaSurat-surat Soekarno kepada A. Hassan: Kekaguman pada Wahabi.  Salah Kaprah soal Wahabi: Ketika Istilah Wahabi Menjadi Stigmatisasi. Ini bukti jasa wahabi terhadap republik ini yang ditangkal oleh sekedar Aqil siroj yang ingin menghapus sejarah wahaby di Indonesia. Hanya karena demi popularitas kang said tega menjual muslim yang tidak sepaham dengan Kang said. Na'udzubillah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline