Lihat ke Halaman Asli

Teman, Bagaimana Kabarmu?

Diperbarui: 20 September 2016   17:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa Kabar teman Ahok?

Setelah tutup pendaftaran bakal calon gubernur perseorangan, nyaris tak terdengar kembali kabar berita mengenai teman ahok yang pada periode bulan januari-juli begitu santer mengisi headlineberita di berbagai media, dan menjadi viral daring dan media sosial lainnya. Keberhasilan teman ahok mengumpulkan KTP dengan jumlah satu juta, dan itu sudah lebih dari cukup untuk syarat maju calon perseorangan, hanya dibayar dengan senyum mesra ahok dan para kolega kawan lama. Maka tak mengherankan dengan jumlah dukungan yang besar tersebut, belum cukup untuk meyakinkan ahok maju melalui jalur perseorangan “independent”, padahal ahok begitu heroiknya berkata bahwa ia akan maju melalui jalur tersebut. Teman ahok hanya dimanfaatkan sebagai tempat sosialisasi gratis, seolah menandakan bahwa dia banyak didukung kaum muda.

Sangat disayangkan, Teman ahok yang begitu semangat menyuarakan independensi banyak terdiri dari kaum muda-mudi tersebut, nyatanya harus tertunduk lesu di tudung saji meja para politisi yang cuma mengunduh hasil kerja keras mereka. Perilaku politik kaum muda yang masih sangat labil, cenderung disalahgunakan dan rawan dimanfaatkan untuk mereka yang berkepentingan.

Ahok sebenarnya sudah kalah secara psikologis, dengan ditinggalkannya teman ahok. Padahal mereka yang sudah berupaya dan berjuang keras memenangkan ahok secara psikologis “mengambil hati’ terhadap masyarakat jakarta, namun apalah daya jodoh tiada, mereka kalah perang psikologis dengan para politisi. Para politisi tersebut menganggap bahwa Ahok adalah anak yang dulu hilang kini pulang kandang. Mungkinkah ada jalan kembali merangkul teman yang ditinggal pergi.

Jum’at besok memberi kejutan, karena menjadi penentu dan batas akhir pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur dari jalur parpol. Jika kita melihat gelagat manuver parpol pengusung belum 100% dapat dipercaya. Akankah ahok kalah untuk kali kedua, kita akan lihat kejutannya.

Realitas Budaya Masyarakat Ibu Kota

Realitas budaya masyarakat ibu kota yang terfragmentasi ke dalam beberapa entitas budaya tentu memberikan warna sendiri, terutama pada preferensi politik masyarakat. Belum lagi identitas kesukuan, golongan dan kesamaan agama “keyakinan” yang sangat mudah dikapitalasi dan dimobilisasi untuk meraih dukungan. Hal tersebut terjadi pada pemilihan gubernur dan walik gubernur pada tahun 2012 lalu, realitas yang ada yaitu, bahwa suku jawa masih menjadi warga mayoritas yang mendominasi dan menempati dan tersebar di sebahagian besar wilayah ibu kota. Bukan masyarakat asli betawi atau minoritas tionghoa.

Banyak kampanye untuk tidak melakulan diskriminasi rasial dan agama, namun faktanya di grassroot masyarakat terprovokasi oleh itu. Walaupun pernah dan sering pecah konflik komunal di antara masyarakat ibu kota, namun cepat mereda. Karena sesungguhnya sumbu emosi dan ingatan masyarakat kita terhadap pristiwa sangat pendek. Maka dengan dukungan keterbukaan informasi publik sebenarnya memberi peluang besar bagi para calon kandidat untuk memberi informasi sebanyak-banyaknya tentang keunggulan kandidat kepada masyarakat calon pemilih. Berikan kepada mereka informasi yang baik dan benar, dan tak perlu mengajari mereka untuk memilih, karena pilihan mereka akan jatuh pada seberapa besar informasi yang mereka terima.

Survei politik oleh lembaga survei yang mestinya memberikan gambaran yang objektif dan mencerdaskan pemilih justru terkadang terjebak pada  framing atau conditioning terhadap calon tertentu. Masyarakat urban pinggiran ibu kota sesungguhnya yang memiliki pengaruh kuat melakukan penetrasi informasi terhadap kandidat calon gubernur. Karena intensitas komunikasi mereka melalui media daring amatlah besar disamping juga mobilitas mereka di ibu kota.

Politik adalah seni bagi segala kemungkinan untuk mencapai satu tujuan, yaitu “kekuasaan”. Sudah menjadi hal yang lumrah dalam sebuah kontestasi politik, bahwa tiada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi. Hari ini berkawan, esok bisa menjadi lawan, lusa berteman dan akhirnya jadian..hehehe..


Sebuah puisi menutup tulisan ini:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline