Lihat ke Halaman Asli

Ayahauraa_

As a ASN

Sepatu-Sia

Diperbarui: 20 Mei 2022   19:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar : Pinterest

Berbeda dengan Nuna, sang suami justru melakukan pencarian informasi dengan gaya blak-blakan dengan Mamanya yang ditengarai orang yang paling memahami perihal jodoh-menjodohkan ini. Mama Emi dalam kebiasaan sehari-harinya disamperin sang anak dari belakang hingga membuatnya sedikit terperangah. Dilihatnya jelas-jelas wajah sang anak, memastikan apakah anaknya sedang dalam masalah pada pernikahannya sebab tak terlihat menantunya ikut bersama si Ragil - sebutan Tria dalam keluarga.

"Ehh siapa, eh siapa ini yang meluk tiba-tiba" Ekspresi Mama terkejut sembari berusaha membuka pelukan dan mencoba berbalik, namun upayanya belum berhasil sehingga ia harus memutar-mutar tubuhnya dan otomatis Tria pun ikut berbalik.

"hmm sama anaknya sendiri udah lupa, masak bau badannya ga bisa mama ingat" jawab Tria meradang.

"Aduh sayang, anak ragil mama datang eh kok ga bawa Nuna? mana mantu mama nak?" Mama mengalihkan dengan raut wajah penuh harapan agar dia tak mendengar berita yang buruk-buruk.

"Ma, aku datang sendiri. Ada yang mau aku tanyain, soal perjodohan ini. Tria tau ini udah terlambat, tapi setelah dijalani kami benar-benar belum bisa membuka hati untuk saling mencintai. Tria mohon Ma, sebelum kami memutuskan untuk mengakhiri pernikahan ini tolong Mama jelasin ada apa sebenarnya dibalik perjodohan kami ini Ma?" Tria sangat berobsesi untuk segera mengetahui kebenaran dari sang Mama.

"Kamu kenapa tiba-tiba begini sayang, aduhh bisa kena serangan jantung ini Mama kalau begini" Mama berkilah berusaha mengalihkan Tria.

"Udah dong Ma, jangan kebanyakan drama di hidup Tria. Aku capek Ma, seharusnya Mama dan Papa kasih kesempatan aku untuk mewujudkan mimpi-mimpiku. Punya istri dengan pilihanku sendiri bukan dengan si Nuna itu yang sampai saat ini juga tidak bisa membuka hati, karena apa Ma? karena dia juga punya pilihan sendiri atas hidupnya, kalian para orangtua sangat tega memperlakukan kami begini." tumpah semua emosi Tria, seakan dia tidak memandang lagi Mamanya dengan mudah ia membentak dan berkata dengan nada tinggi hanya untuk sebuah kebenaran yang sedang dicarinya.

Sekilas terlihat konyol, hanya karena masalah perjodohan mereka sampai nekat menggugat pernikahan didepan keluarganya, meski aksi ini masih dilakukan oleh Tria saja. Akan tetapi, rasa penasaran mereka cukup kuat dengannya membuat keduanya berani untuk mencari tahu. Dengan mata berkaca-kaca sembari memegang dada Mama Emi menghela nafas dan bibirnya terus melantunkan zikir sebagai upaya meredam emosinya yang juga turut terpancing.

"Baik, baik, kalau kamu ingin dengar yang sebenarnya." Mama mulai membuka pintu kenangan yang selama ini terkunci rapat. Dengan wajah cemas dan melas Mama mulai membuka suara meski dengan ragu, antara percaya atau tidak Tria si ragilnya mendengarkan sembari menyeka air mata yang hampir menetes.

"Mama pernah muda, mama juga punya mimpi sama sepertimu. Cukup lama Mama menjalani hubungan khusus dengan seoran lelaki yang menurut mama pantas dan tepat untuk masa depan Mama. Setelah pulang kampung, Mama berniat untuk meminta restu Kakek dan nenek untuk mengenalkan mereka pada lelaki pilihan Mama ini. Mereka menyetujui, terlihat senang dengan berita yang Mama sampaikan seolah mereka sudah bisa melihat Mama bahagia dengan jalan pernikahan kami rencanakan." Suasana mulai hening dan penuh haru, bertempat didapur dalam keadaan menyediakan masakan untuk anak-anak yatimnya Mama bercerita sambil menahan sedu suara yang akan dipecahi tangis.

"Lalu apa yang terjadi? Bukankah lelaki itu Papa, seperti yang selama ini diceritakannya kepada kami?" Tria memotong penjelasan sang Mama.

"Tentu saja bukan, Papamu merekayasa cerita itu supaya kalian percaya bahwa kami memang menikah karena sudah saling mengenal dekat sebagai pasangan kekasih. Lelaki itu adalah Papa mertua kamu sekarang" Mama menyebut sambil mengeluarkan tangis yang tak terbendungnya lagi.

"Apa Ma? Mama pasti bohong kan? Kenapa harus kami yang dikorbankan?" Tria terkejut dan masih berusaha untuk meyakinkan mama kalau mungkin saja dia berbohong lagi, hanya agar dia percaya.

"Sungguh bahagia Mama menunggu kedatangan Pak Tio yang akan menunjukkan keseriusannya didepan kakek dan nenekmu. Apalah daya takdir berkata tidak, ditengah perjalanan menuju kerumah kakek dan nenek Pak Tio tak sengaja menabrak seorang gadis yang tengah menyebrang dengan terburu-buru. Luka yang dialami mereka cukup parah karena Pak Tio juga berusaha untuk mengelakkan mobilnya yang melaju dengan kecepatan tinggi dari badan gadis itu." Mama mulai tenang lagi meski masih berderai airmata.

"Pak Tio menyangka dia tidak kenapa-napa, untuk menunjukkan rasa tanggungjawabnya dia turun dan melihat kondisi sang Gadis. Gadis itu pingsan dengan luka yang parah, kepala mengeluarkan darah serta patah tulang kaki dan tangan sebab bersentuhan keras dengan bagian depan mobilnya. Dengan terburu-buru Pak Tio membawa Gadis malang itu menuju rumah sakit berharap tidak akan ada bahaya yang menyusul lagi. Setiba di Rumah sakit daerah, Gadis itu langsung ditangani diruang IGD dan keluarga mulai berdatangan satu per satu juga menginterogasi Pak Tio dengan nada tinggi bahkan ada yang sampai melayangkan kepalan tangannya. Dialah ayah dari sang Gadis, beliau mengancam jika terjadi apa-apa dengan anaknya dia tak akan melepaskan Pak Tio." Mama mengurutkan kejadiannya.

"Lalu..." Tria mulai yakin, dengan penasaran ia menanyakan kelanjutannya.

"Lalu, benar. Gadis itu koma selama berbulan-bulan. Mengalami gegar otak yang mengakibatkan ia lupa ingatan akut, patah tulang dan kaki sudah mulai sembuh namun ingatannya tak dapat kembali lagi. Selama masa pengobatan itu Pak Tio bertanggungjawab penuh untuk kesembuhan Gadis itu, hingga akhirnya sebagai bentuk pertanggungjawabannya ia mengabulkan permintaan keluarga gadis itu untuk segera menikahinya sebab dia telah cacat akibat Pak Tio juga." Mama mengakhiri.

"Haa.. jadi almarhum mamanya Nuna itu gadis yang mama maksudkan?" Tria menebak.

"Iya nak, hanya karena dia lumpuh ingatan seumur hidupnya maka kami sepakat untuk saling mengenalkan pasangan kami dan berjanji salah satu anak kami masing-masing akan berjodoh meskipun kami yang punya mimpi tak bisa lagi mewujudkannya." sahut mama lagi dengan wajah melas.

"Astaghfirullah, kenapa mama menyerahkan Pak Tio begitu saja dengan Gadis itu, mengapa mama tidak berusaha mempertahankan?" Tria tiba-tiba iba dengan sang Mama.

"Untuk apa nak? Demi kebaikan Pak Tio, supaya dia juga tidak dihantui rasa bersalah sebab telah melukai fisik dan psikis anak gadis orang. Mama bisa memaklumi, memang berat sekali tapi apa mau dikata lagi." Mama menambah lagi, dengan mata berkaca-kaca Tria mendekati lagi sang Ibu memeluk dari depannya dan berusaha meminta maaf sudah membuat mamanya sedih karena harus membuka lagi luka lama yang telah lama ditutup.

Akhirnya, Tria kembali pulang kerumahnya dengan perasaan menyesal sebab telah egois kepada sang Mama. Terduduk dengan dipenuhi rasa kesal atas dirinya dan takdir yang juga tak berpihak padanya sama seperti mamanya. Disisi kamar rumah mereka, Nuna sedang berusaha mencari tahu tentang masa lalu papanya itu. Tria masuk dan memperlihatkan wajah kusut serta melas kepada sang istri, didekatinya istrinya itu sembari memeluk.

"Kita udah ditakdirkan menjadi suami istri dihadapan keluarga dan disaksikan para malaikat. Kamu yakin mau menggugat Tuhan atas pernikahan yang bukan dari keinginan hatimu? Tidakkah ada kesempatan agar kita bisa saling membuka diri untuk menjalanii kehidupan ini sebagai suami istri sebagaimana mestinya? Aku berjanji, akan berusaha semampuku membahagiakanmu, jadi aku mohon janganlah lagi berniat untuk mengakhiri ibadah ini ya sayang.." Tria menyampaikan kata-kata yang membuat Nuna terkejut dan terheran-heran, kenapa tiba-tiba berubah lagi.

"Ih tunggu-tunggu, kenapa tiba-tiba berubah kamu? ada apa? Apa yang kamu sembunyikan?" Tanya Nuna penasaran.

"Aku hanya berpikir, untuk apa kita mencari-cari tahu sesuatu yang sudah jelas ditutup Tuhan. Aku hanya mencoba menjadi suami yang baik dan bijaksana.. tidak terikat dengan keegoisan yang dibalut mimpi. Ini lah yang sudah diberi Tuhan untukku, maka aku akan mensyukuri dengan menjaga sebaik dan semampuku." jelasnya lagi.

"Kita mulai dari awal lagi ya sayang, cintai aku semampu kamu. Tanpa memaksa, suatu saat nanti kamu juga akan berpikir sama dengan yang aku rasakan sekarang" tambahnya lagi meyakinkan sembari memeluk sang istri dengan erat.

Nuna terharu menyaksikan perlakuan suaminya yang tiba-tiba berubah menjadi manis dan meluluhkan hatinya, meski masih diliputi rasa penasaran akhirnya ia pun mengalah tidak lagi bersikeras menanyakan sesuatu yang telah ia selidiki selama ini.

"Tria, aku mengalah kali ini bukan untuk menyerah begitu aja, meski sejak awal pernikahan aku sudah berniat untuk menjalankan pernikahan ini dengan sepenuh hati namun karena sikap kamu ini aku juga harus berkeras hati. Jangan tenang hati dulu, karena suatu waktu aku bisa aja menemukan kebenaran yang kamu sembunyikan ini walaupun mungkin bukan dari kamu" Nuna menegaskan lagi, padahal sudah sangat jatuh hati dengan sikap Tria yang mulai manis sebagai seorang suami.

Keadaan berbalik, Nuna merasa berada diatas angin sebab sudah berhasil dicintai oleh Tria suami yang awalnya menutup hati rapat-rapat untuknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline