Lihat ke Halaman Asli

Balada Kereta Api

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa ini selalu saya alami saat saya naik KRL Jakarta- Bogor. Di setiap perjalanan saya tertegun menghadapi kenyataan sulitnya hidup di kota Jakarta Raya ini. Banyak sekali hal-hal yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya ketika saya masih berada di kota asal saya.

Saat itu saya pertama kali kembali menginjakkan kaki di Jakarta setelah sekian lama, dan ketika itu saya naik KRL menuju Depok. Di KRL itulah saya merasakan ada satu atmosfer tersendiri -saya sendiri tidak tahu nagaimana menyebutkannya- yang rasanya sangat memprihatinkan. Sepanjang perjalanan saya seperti disuguhi berbagai macam potret kehidupan 'dunia lain' atau mungkin 'dunia sebenarnya' dari sang ibu kota negara tercinta.

Sepanjang jalan itu saya melihat bahwa di kanan dan kiri rel kereta api terbentang kehidupan rakyat kelas bawah yang dapat dikatakan amat sangat kumuh, memprihatinkan, dan tidak layak. Perumahan -jika layak disebut rumah- yang kumuh itu bahkan hanya berjarak beberapa meter dari rel kereta api, yang tentunya akan sangat membahayakan bagi keselamatan mereka.

Belum lagi melihat anak-anak jalanan yang terlihat sudah sangat akrab dengan kerasnya kehidupan jalanan, dengan leluasa dan tanpa takut melenggang bebas di sekitar rel di mana pada saat itu ada kereta yang melintas. Saya sendiri yang melihatnya sempat rasanya ingin meneriaki anak itu untuk hati-hati. Geregetan rasanya. Tapi mereka sendiripun bahkan mungkin tidak terlalu menghiraukan keselamatan diri mereka sendiri. Saya sempat berpikir apa karena mereka sudah terbiasa dengan keadaan ini, jadi mereka tenang-tenang saja? Tidak begitu seharusnya.

Karena merasa sedikit 'takut' melihat fenomena di luar, saya mengubah fokus pikiran saya pada keadaan di dalam kereta api. Hmmm tidak lebih baik. Selain padatnya penumpang yang berdesak-desakan itu, masih ada banyak hal lagi yang membuat perjalanan itu terasa sangat jauh dari kata 'nyaman'. Pedagang asongan, pengamen, pengemis, pencopet mungkin,, semuanya berbaur dalam balutan asap rokok dan suara bising kereta api.

Saya tidak menyalahkan mereka, para pedagang asongan, pengamen, karena toh mereka melakukan itu demi mencari sesuap nasi. Sudah selayaknya kita menghargai kerja keras mereka walaupun dengan cara yang sangat sederhana, daripada mereka melakukan tindakan kriminal. Demikian halnya dengan para gelandangan yang hidup di sekitar rel kereta api. Ya, mereka demikian karena memang tidak ada tempat yang layak lagi untuk mereka tinggal. Dan sepanjang rel itulah mungkin mereka anggap sebagai satu-satunya tempat yang tersisa untuk mereka.

Lalu siapa yang harus dipersalahkan?

Tidak, Saling menyalahkan bukanlah penyelesaian yang baik. Bahkan tidak akan menyelesaikan masalah sama sekali. Lalu apa yang harus kita lakukan? Ini adalah kewajiban kita semua, bukan hanya sang pemerintah semata. Saya rasa pemerintah sudah cukup sibuk mengurusi permasalahan lain sehingga tidak punya cukup waktu untuk mengatasi masalah 'bawah' seperti in. Or whatever, i don't know.

Satu hal yang langsung terpikirkan oleh saya saat itu adalah, seandainya saja para petinggi negeri kita bersedia satu kali... saja mencoba naik KRL, kendaraan umum dengan jumlah penumpang terbanyak ini, dan merasakan sendiri bagaimana sensasinya. Saya membayangkan para pemimpin terhormat itu melihat dan memperhatikan keadaan di dalam kereta api, keadaan di sekitar kereta api. Mungkin hati mereka akan sedikit terbuka untuk sedikit saja ikut merasakan penderitaan dan kerasnya kehidupan masyarakat bawah. Jika mereka sudah pernah at least ikut merasakan betapa tidak nyamannya kehidupan rakyat bawah, mereka dapat membuat dan menerapkan kebijakan yang benar-benar memperhatikan rakyat kecil. Karena sejatinya mereka adalah wakil rakyat, dan untuk rakyatlah mereka seharusnya bekerja, karena mereka juga dipilih oleh rakyat.

Seperti itulah harapan saya saat itu. Harapan yang bagi saya pikir sederhana pada awalnya, tapi dapat membawa efek yang sangat besar jika benar-benar terealisasi.

Balada kereta api itu masih berlanjut sampai saat ini, entah sampai berapa lama lagi. Dan semua kondisi memprihatinkan itu masih menghantui saya setiap saya naik KRL. Tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik, justru semakin hari terasa semakin memprihatinkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline