Lihat ke Halaman Asli

Ayah Tuah

TERVERIFIKASI

Penikmat kata

Berani Menulis Cerita Anak?

Diperbarui: 10 Maret 2024   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi cerita anak. Gambar oleh Betidraws/ Pixabay

Pernah ada ungkapan dari seorang pengarang (yang sok) senior,  bahwa jangan mengaku sebagai pengarang kalau belum bisa mengarang cerita anak.

Lebay? Mungkin. Tapi harus diakui, membuat cerita anak itu memang sulit. Maka jangan heran setiap ada lomba mengarang cerita anak, lebih dari separuh naskah gagal.

Bukan karena ceritanya yang jelek. Tapi cerita itu kurang pas dibaca oleh anak-anak. Pengarang dalam menulis tidak bisa melepaskan diri sebagai sosok dewasa. Padahal karangannya itu ditujukan untuk anak-anak. Yang terjadi adalah cerita anak, dengan tokoh anak-anak, tapi dengan narasi-narasi orang dewasa.

Tidak sedikit cerita anak dalam menggambarkan tokohnya begitu cerdas, begitu bijak, layaknya orang dewasa. Banyak nasihat, sok menggurui, yang sebenarnya bukan porsinya anak-anak. Alur cerita (plot) yang rumit, dialog yang kaku dengan istilah-istilah yang bukan keseharian anak-anak.

Malah cerita anak yang ditulis anak-anak lebih mengena, natural, jujur. Karena, memang, mereka menceritakan dunianya sendiri. Walaupun penyusunan alur cerita, kaidah-kaidah berbahasa yang belum rapi.

Cerita anak sebaiknya dinarasikan dengan bahasa-bahasa yang ringan. Menghindari adanya istilah-istilah asing. Kalaupun toh harus ada, langsung diterjemahkan. Atau diterangkan dalam bentuk cerita. Dan jumlah halaman yang tak terlalu tebal.

Perlu juga dipahami, cerita anak tidak musti tokohnya harus anak-anak. Dia bisa sesosok dewasa. Dongeng-dongeng karya HC Andersen tokohnya banyak orang dewasa. Cerita tentang kerajaan-kerajaan. Tentang Putri atau Pangeran. Biasanya di akhir kisah berjodoh dengan kalangan rakyat biasa.

Begitupun cerita-cerita rakyat, legenda, dari berbagai daerah. Semuanya dengan tokoh dewasa.

Selain itu ada cerita berbentuk fabel, tokoh hewan yang merupakan personifikasi dari manusia. Cerita si Kancil, contohnya.

Memang cerita-cerita semacam itu selalu "hitam-putih", dalam arti ada si Baik mengalahkan si Jahat. Tokoh si Baik selalu beruntung, selalu mendapat pertolongan. Kalau dalam dongeng HC Andersen, biasanya ada sosok peri (bidadari) yang selalu memberi pertolongan bila tokoh Baik mendapat kesulitan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline