Lihat ke Halaman Asli

Ayah Tuah

TERVERIFIKASI

Penikmat kata

Titik Tiga Netra Petrikor

Diperbarui: 14 Agustus 2022   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Foto Ri_Ya (Ri Burtov)/ Pixabay 

Ini mengenai puisi.

Bagaimana membaca, menyelami,  juga menafsirkan kedalaman diksi-diksi yang ditulis para penyair. Saya hanya ingin memposisikan sebagai penikmat puisi. Karena saya menyadari, bagaimana cara menulis puisi yang baik masih terbata-bata.

Pertama, titik tiga.

Saya lihat pada puisi-puisi yang ditulis penyair pemula. Tak jarang dilakukan juga oleh yang terbiasa menulis puisi. Yang saya maksud adalah meletakkan titik tiga (elipsis) di akhir larik puisi. Bahkan ada puisi di akhir lariknya selalu ada titik tiga (...).

Misal:

Senja telah lesap ...
Impian pun padam menggelap ...

Apa maksudnya?

Diberi titik tiga atau tidak, akan sama saja artinya. Kalau dalam cerpen atau novel memang pengarang sering menggunakan elipsis itu. Biasanya dalam dialog, untuk menandakan kalimat itu  menggantung, ada kata yang "hilang".                              

Untuk puisi saya rasa tak perlu. Biar pembaca saja yang menginterpretasikan sesuai imajinasi yang ia pahami. Perlu diingat, puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang bebas. Ia sering  tak terikat aturan-aturan bahasa. 

Makanya pada puisi-puisi terkini tak ditemukan tanda berhenti (titik) di akhir kalimat. Bahkan ada puisi tak menyematkan tanda tanya (?) atau tanda seru (!), meskipun kalimatnya  mengisyaratkan tanya atau sebuah kalimat perintah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline