orang-orang yang menyusuri pagi, agar tak ketinggalan mengumpulkan serpihan, menghitung seberapa banyak keringat di waktu siang, dan takterhimpit kelelahan di waktu petang, hingga ada sisa cerita di waktu malam
hanya mimpi-mimpi sederhana untuk mengantar tubuh sampai lelap mata, menjaga harapan takterlalu remuk
mereka ada di jalan, di lorong-lorong sempit, dalam pengapnya asap pabrik, di sawah, ladang, sebagai buruh, memperpanjang hidup, sedikit luka terbasuh
di sekeliling meja, di ruang-ruang berpendingin udara, mereka dibicarakan hanya sebagai angka-angka, menjadi bahan kajian di kampus-kampus, yang lupa menginjak bumi, dan nantinya menjadi tambahan kata di kamus, atau sekadar rumus-rumus
sesekali mereka memang ditulis, dalam amplop berisi lima puluh ribu, ditambah bonus nasi bungkus, kaos partai, poster, spanduk, pada keriuhan pilkada, mengepalkan tinju, berteriak entah untuk apa, sesudah itu kembali lupa
mereka di sekitar kita, aku ada di dalamnya
***
Lebakwana, Maret 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H