Lihat ke Halaman Asli

Ayah Tuah

TERVERIFIKASI

Penikmat kata

Tahun Martabak

Diperbarui: 26 Desember 2020   07:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Foto oleh Jean-Daniel Francoeur/ Pexels. 

Rasanya sudah takpenting lagi berapa takaran gula, kacang, cokelat, meses, keju, atau juga sekeping ngilu. Seloyang martabak membuat puisi-puisi terbakar. Kata-kata telah dibajak, menjadi ambigu atau sesuatu yang lucu 

Orang-orang berbincang di gardu ronda. Membanting kartu, kopi, dan sekantong tahu Sumedang. Tertawa, entah untuk apa atau karena apa. Berdebat, siapa terpilih jadi menteri siapa pula yang berkemas pulang 

Hidup harus dibuat ngakak. Takingat caranya malu, lupa pula rasa martabak 

Sepuluh alasan bisa ditata, sepuluh lainnya bersalin rupa. Dan para pewarta lebih senang satu ranjang dengan istana. Yang penting isi lambung bisa terjaga 

Kebencian dibenci dengan rasa sangat benci. Ternyata bukan cinta saja yang buta. Tapi benci Juga tak bermata

Dan kita selalu menjadi yang bukan siapa-siapa 

***

Lebakwana, Desember 2020 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline