Lelaki: Kukabarkan kepadamu tentang taman kota, tempat anak-anak bermain; orang-orang melepaskan penat setelah seharian melarungkan cinta di jalan, di pabrik, di kantor, di tempat-tempat yang tak tercatat atau yang tak bernama; sepasang kekasih duduk di bangku taman, mereka-reka mimpi masa depan
Perempuan: Aku adalah puisi pada arah empat mata angin. Berjalan sesuai kehendak, berlari hingga batas ingin
Lelaki: Tidak. Kau takbisa beranjak dari masa lalu, membawa gerimis dalam bola matamu. Masuklah ke dalam cermin, selalu ada kabut di wajahmu
Perempuan: Aku baik-baik saja
Lelaki: Tapi kau selalu berdiri di jendela. Berharap ada cinta singgah di beranda
Perempuan: Jendela adalah cara hatiku merasakan kehangatan sinar matahari; bermain-main dengan cahaya bulan saat datang kegelapan. Tapi aku tidak lupa menikmati cahaya lampu-lampu, warna-warna di etalase toko; juga cerita-cerita di balik gaun pesta
Lelaki: Kau hanya menutupi luka sementara. Padahal masa lalu sering mengirimkan nyeri pada dada
Perempuan: Aku memang takbisa memakai topeng di hadapanmu
Lelaki: Tak selamanya selalu badai; dia pasti akan cepat usai, walaupun impian belum sempat tergapai. Bahkan di antara hujan dan matahari, selalu berharap munculnya pelangi
Suatu saat ada seseorang membawa setangkai mawar untukmu, sembari mengajarkan bagaimana menghidu harumnya tanpa tertusuk duri. Kalaupun terkena, ia akan ikut bersamamu merasakan luka