Tersebab puisi malam-malam selalu cabik. Kepada hening mengucap tabik, berharap rusuh hati bisa ditampik
Seorang lelaki telah memasuki lima belas pintu, mencari di mana akan disematkan rindu, tapi yang ditemui adalah labirin dengan banyak sembilu. Jalan yang licin, seperti halnya menapaki hari-hari kemarin
Lima belas pintu, selalu berujung lorong yang buntu. Berputar-putar, tertatih mencari jalan keluar
Barangkali tak cukup bijak menafsir cuaca, padahal matahari yang terbit adalah matahari yang sama. Atau kurang berbaik sangka, dan tak mau belajar membaca
Setiap perjalanan selalu ada onak dan ombak, membuat impian bisa terkelupas atau terhempas
Ia pun lari kepada puisi. Pengobat hati, sedikit hilang nyeri
***
Cilegon, Agustus 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H