Lihat ke Halaman Asli

Ayah Tuah

TERVERIFIKASI

Penikmat kata

Republik Pagi

Diperbarui: 24 Juli 2020   20:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Foto oleh Brooke Lewis/ Pexels 

Keriuhan pasar tumpah di kepalamu. Kau merebusnya bersama mi instan, penuh penyedap rasa dan zat pewarna. Anak-anak makan dengan lahap. Aku berpikir, bisakah gizi dari mi itu untuk mempelajari matematika, bahasa Inggris, teknik, kedokteran. Atau memperlancar bicara. Siapa tahu nanti ia bisa menjadi anggota parlemen 

"Jangan berpikir macam-macam," katamu sambil meletakkan kopi. "Jangan ikut-ikutan demo. Syukuri kalau kau tidak termasuk yang di-PHK pabrikmu."

Jangan pula pabrikmu dibawa ke rumah. Rumah ini sudah hampir pecah dengan suara-suara tagihan pemilik kontrakan. Pun hutang bulan lalu di warung depan belum lunas

Aku menghirup kopiku yang selalu pahit. Mengancingkan seragam pabrik. Memakai sepatu 

Anakku yang akan berangkat sekolah, menyalamiku 

"Kalau aku sudah besar, boleh nggak aku jadi dokter?"

Aku tersedak, tak sanggup menatap bening mata anakku 

"Boleh," jawabku sambil menunduk, pura-pura membetulkan tali sepatu 

***

Cilegon, Juli 2020. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline