Musim-musim ini batal kucatat sebagai musim pelangi. Gugur daun, mimpi-mimpi yang terbakar, nama-nama yang datang dan pergi. Laut yang pasang, tak lagi arus di bawahnya mengalir tenang, Ikan-ikan berenang gugup, karena di palung ada botol kemasan dan televisi tertelungkup.
Langit yang terisak, karbon monoksida membuat ozon terkoyak. Lolongan hutan-hutan hingga hanya sedikit tersisa akar-akar menjadi pasak. Dan bumi pun meronta menggelegak
Tanah-tanah yang pecah tanah-tanah yang basah, langit yang meruntuhkan air bah, menjadi pisau di ujung lidah
Kata
Sebuah kata
Menenggelamkan banyak peta, hingga orang-orang asal bicara, tak peduli lagi di mana diletakkan kepala.
Orang-orang begitu rakus mengumpulkan segala ingin, seolah-olah esok tak ada lagi arah mata angin. Padahal sejarak sedikit di sebalik pandangan mata, ada yang mengikat lambung yang gemetar sambil menahan gigil tersebab terpaan udara dingin
***
Cilegon, Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H