Bukan pagi mendung yang ingin kusampaikan, tapi tetiba hati yang gerimis
Tak ada tanda-tanda yang diikat pada kaki merpati, juga koak gagak di malam hari, tapi pagi ini kata-kata menjadi hujan
Aku tak pernah melihat wajahmu, tapi kurasakan kau begitu dekat. Kemudaanmu tak menghalangi membawa puisimu jauh melompat, melampaui usiamu. Bahkan di tengah kepalamu dihimpit rasa sakit
Ini seharusnya bukan ode untukmu, karena kesedihan itu sudah menjadi hari-harimu
Erin, aku tak bisa meneruskan puisi ini
Selamat jalan
***
Cilegon, Februari 2020.
Teruntuk Erin.
Anakku, cucuku ( karena kau selalu menyebutku opa ) ahabatku, juga guruku ( untuk puisi aku tak malu menyebutmu, guru ).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H