Lihat ke Halaman Asli

Ayah Tuah

TERVERIFIKASI

Penikmat kata

Puisi | Seorang Gadis Bercerita tentang Ibunya

Diperbarui: 13 September 2019   23:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. (Sumber: Pixabay.com)

Ibuku embun. Setiap pagi ia menyapa dengan kesejukan. Tapi tak lama, ia pergi diusir matahari. Mungkin matahari ini adalah ibuku. Tapi kenapa tiap jelang malam ia menghilang. Padahal malam itu aku ingin merasakan hangatnya pelukan ibu 

Mungkin ibuku adalah angin. Aku tak bisa menyentuh, tapi kurasa kehadirannya. Tapi tiba-tiba ia membadai, memporakporandakan angan-anganku. Bukan, ia bukan ibuku 

Api, mungkin dia. Tapi api yang menghanguskan cintaku. Ibu, aku yakin tak akan membakar anaknya 

Lautan, aku yakin dia ibuku. Tapi kemudian ia menjadi ombak yang bergulung-gulung, peganganku menjadi limbung, aku terlempar ke dasar palung. Ibu tak mungkin menenggelamkan 

Ibuku adalah pohon yang rimbun. Aku selalu berteduh di bawahnya. Tapi kenapa tiap malam ia menjadi sosok yang menyeramkan. Ibu tak pernah menjadi hantu untuk anaknya 

Kurasa ibuku adalah sekuntum mawar,  wanginya melambungkan perasaanku.  Tapi aku terkena durinya. Ibu, tak mungkin melukai                            

Mungkin ibuku gunung, batu, kayu, sungai, jalan, kota-kota yang tak peduli, desa-desa yang kehilangan penghuni, lagu cinta, novel, atau 

Atau sebuah puisi. Tapi puisi adalah kegilaan penyair yang tak terima dengan patah hati 

Ibu, ibu,
jangan pergi, aku belum puas dengan pelukmu 

***

Cilegon, 2019 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline