Lihat ke Halaman Asli

Ayah Tuah

TERVERIFIKASI

Penikmat kata

Puisi | Kerinduan Kepada Api

Diperbarui: 9 September 2019   09:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Sumber: Pixabay.com. 

Tiba-tiba saja aku ingin menjadi api, mendahului matahari, membakar salju di kepalamu, hingga keinginan-keinginanmu tak lagi rekah, karena terlalu lama diusik oleh kemarau. Mengalir, membasahi angan-angan, menyatukan kembali keping-keping harapan, yang selama ini berlarian liar, tak punya kompas, tak ada juga pedoman 

Aku juga ingin menjadi api, membakar kepala-kepala yang dengan segala cara akan memenggal kepala yang lain. Kepala yang paling ditakuti, yang tangan kirinya membawa tara untuk menimbang, tangan kanannya membawa pedang, mencencang siapa yang lancung siapa yang lancang, tanpa mau diajak berbincang

Kepala-kepala yang menentukan suara, yang katanya mewakili suara-suara, tapi kini akan memancung sebuah suara yang tak sudi dihargai berapa 

Ke mana pula sembunyi api yang meledak-ledak. Atau, telah lupa cara menyalakannya, dilenakan dengan pamer sticker di kaca mobil pemberian bapaknya: We are yellow jackets. Atau sedang menghangatkan diri di balik punggung gajah, karena dinginnya tanah Parahiangan. Atau berasyik masyuk agar dosen killer jatuh hati di kampus biru

Tiba-tiba aku rindu menjadi api

***

Cilegon, 2019 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline